Saturday, August 6, 2016

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ
Saudara muslimku calon penghuni sorga, kali ini kita akan membahas tentang Pengelolaan Wakaf dalam Islam dan Problematikanya. Semoga artikel ini bermanfaat, aamiin.

Pengelolaan Wakaf dalam Islam dan Problematikanya

1. Dasar Wakaf

Perwakafan di Indonesia diatur menurut undang-undang dan peraturan-peraturan sebagai berikut.

  1. UU RI No.41 Tahun 2004 mengenai wakaf tanggal 27 Oktober 2004.
  2. Peraturan Menteri Agama No.1 Tahun 1998 mengenai Peraturan Pelaksanaan PP No. 28 Tahun 1977 mengenai Perwakafan Tanah Milik.
  3. Inpres No. 1 Tahun 1991 mengenai Kompilasi Hukum Islam.
  4. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1977 mengenai Tata Cara Pendaftaran Tanah Mengenai Perwakafan Tanah Milik.
  5. UU No. 5 Tahun 1960 mengenai Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, khususnya pasal 5, 14 (1), dan 49, PP No. 28 Tahun 1977 mengenai Perwakafan Tanah Milik.
  6. Intruksi Bersama Menteri Agama RI dan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1990 mengenai Sertifikat Tanah Wakaf.
  7. Badan Pertanahan Nasional No. 630.1-2782 tantang Pelaksanaan Penyertifikatan Tanah Wakaf.
  8. SK Direktorat BI No. 32/34/KEP/DIR mengenai Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syari’ah (Pasal 29 ayat 2 berbunyi: bank dapat bertindak sebagai lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infaq, śhadaqah, wakaf, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada yang berhak dalam bentuk santunan dan atau pinjaman kebajikan.
  9. SK Direktorat BI No. 32/36/KEP/DIR mengenai Bank Perkreditan Rakyat. Berdasarkan Prinsip Syari’ah (pasal 28 berbunyi: BPRS dapat bertindak sebagai lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infaq, śhadaqah, wakaf, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada yang berhak dalam bentuk santunan dan atau pinjaman kebajikan (qard al-Hasan).

Untuk selanjutnya di tingkat masyarakat yang menangani langsung perwakafan diserahkan kepada Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri. Di tingkat paling bawah, urusan wakaf dilayani oleh Kantor Urusan Agama yang dalam hal ini Kepala KUA sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW).

2. Tata cara perwakafan tanah milik


  1. Perorangan atau badan hukum yang mewakafkan tanah hak miliknya diharuskan datang sendiri di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) untuk melakukan ikrar wakaf.
  2. Calon wakif sebelum mengikrarkan wakaf, terlebih dahulu wajib menyerahkan surat-surat (sertifikat, surat keterangan, dan lain-lain) kepada PPAIW.
  3. PPAIW meneliti surat dan syarat-syaratnya dalam memenuhi untuk pelepasan hak atas tanah.
  4. Di hadapan PPAIW dan dua orang saksi, wakif mengikrarkan dengan jelas, tegas, dan dalam bentuk tertulis. Apabila tidak dapat menghadap PPAIW dapat membuat ikrar secara tertulis dengan persetujuan dari Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan.
  5. PPAIW segera membuat akta ikrar wakaf dan mencatat dalam daftar akta ikrar wakaf dan menyimpannya bersama aktanya dengan baik.


3. Sertifikasi Tanah Wakaf

Sertifikasi wakaf diperlukan agar tertib secara administrasi dan mempunyai kepastian hak bila terjadi sengketa atau masalah hukum. Sertifikasi tanah wakaf dilakukan secara bersama oleh Kementerian Agama dan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Pada tahun 2004, kedua lembaga ini mengeluarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Kepala BPN No. 422 Tahun 2004 mengenai Sertifikasi Tanah Wakaf. Proses sertifikasi tanah wakaf dibebankan kepada anggaran Kementerian Agama.

4. Ruilslag Tanah Wakaf

Nazir wajib mengelola harta benda wakaf sesuai peruntukan. Dia dapat mengembangkan potensi wakaf asalkan tidak mengurangi tujuan dan peruntukan wakaf. Dalam praktiknya, acapkali terjadi permintaan untuk menukar guling (ruilslag) tanah wakaf sebab alasan tertentu. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 memperbolehkan tukar guling atau penukaran harta benda wakaf dengan syarat wajib ada persetujuan dari Menteri Agama. Kewajiban nazir yang terutama adalah mengamankan harta wakaf yang dikelolanya dan memanfaatkannya. Jika didapati harta wakaf tidak sesuai kemanfaatannya, misalnya gedung madrasah yang penduduk sekitarnya sudah pindah sehingga harta wakaf itu tidak berfungsi lagi, nazir mengambil langkah untuk kemanfaatan yang lain.

Apakah harta wakaf itu boleh dijual dan diganti serta dipindahkan ke tempat lain? Dengan alasan kemaslahatan dan kemanfaatan, diperbolehkan mengganti bangunan gedung wakaf. Demikian juga menggantikan tanaman wakaf dengan tanaman yang lebih produktif juga diperbolehkan, yang hasilnya lebih memiliki manfaat dari yang sebelumnya. Hal ini sesuai dengan tujuan wakaf. Adapun memindahkan harta wakaf diperbolehkan berdasar alasan maslahat dan manfaat. Contohnya jika jalan yang berjembatan wakaf tidak lagi dipergunakan, jembatan itu boleh dipindahkan ke tempat lain yang memerlukannya.

Mengenai harta wakaf yang tidak mungkin diambil manfaatnya, juga boleh dijual, lalu membeli benda baru yang lain sebagai pengganti. Imam Syafi’i dan yang lainnya tidak memperbolehkan mengganti masjid atau tanah wakaf. Namun Umar bin Khattab pernah memindahkan masjid Kufah ke tempat yang baru dan tempat yang lama dijadikan pasar kurma. Oleh sebab itu, perubahan atau pengalihan dari yang dimaksud dalam ikrar wakaf hanya dapat dilakukan dalam hal-hal tertentu saja, dan terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari pemerintah setempat dengan alasan:
a. Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf yang diikrarkan oleh wakif.
b. Karena kepentingan umum.

5. Sengketa Wakaf

Penyelesaian sengketa wakaf pada dasarnya wajib ditempuh melalui musyawarah. Apabila mekanisme musyawarah tidak membuahkan hasil, sengketa dapat dilakukan melalui mediasi, arbitrase atau pengadilan.

6. Syarat, Kewajiban, dan Hak Nazir

Nazir bisa dilakukan perseorangan, organisasi, atau badan hukum. Syarat nazir perseorangan adalah sebagai berikut.

  1. Warga negara Indonesia.
  2. Beragama Islam.
  3. Dewasa.
  4. Amanah.
  5. Mampu secara jasmani dan rohani.
  6. Tidak terhalang melaksanakan perbuatan hukum.

Organisasi atau badan hukum yang bisa menjadi nazir wajib memenuhi persyaratan, berikut.

  1. Pengurus organisasi atau badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazir perseorangan sebagaimana itu di atas.
  2. Organisasi atau badan hukum itu bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, atau keagamaan Islam.
  3. Badan hukum itu dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.\

Kewajiban atau tugas nazir adalah sebagai berikut.

  1. Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf.
  2. Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya.
  3. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf.
  4. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.


Dalam melakukan tugas itu, nazir mempunyai hak-hak sebagai berikut.

  1. Menerima imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang besarnya tidak melebihi 10% (sepuluh prosen).
  2. Menggunakan sarana dengan persetujuan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota.





No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.