Friday, August 29, 2014

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ
Saudara muslimku calon penghuni sorga, kali ini kita akan membahas tentang Daulah Umayyah di Damaskus dan Andalusia. Semoga artikel ini bermanfaat, aamiin.

Daulah Umayyah di Damaskus dan Andalusia

Daulah Umayyah di Damaskus (661-750M)


Daulah Umayyah berdiri pada tahun 40 – 132 H / 661 – 750 M selama 90 tahun. Pendiri Daulah Umayyah bernama Muawiyah bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayyah. Daulah Umayyah menjadikan kota Damaskus sebagai pusat pemerintahannya. Saat ini Damaskus menjadi ibukota negara Suriah. Sebagai pendiri Daulah Umayyah, Muawiyah bin Abi Sufyan sekaligus menjadi Khalifah pertama kekhalifahan tersbut. Adapun secara lengkap para khalifah Bani Umayyah sebagai berikut:

a. Muawiyah bin Abu Sufyan (Muawiyah I), tahun 660 -680 M. (41-61 H )
b. Yazid bin Muawiyah (Yazid I), tahun 680-683 M. (61-64 H)
c. Muawiyah bin Yazid (Muawiyah II), tahun 683-684 M. (64-65 H)
d. Marwan bin Hakam (Marwan I), tahun 684-685 M. (65-66 H)
e. Abdul Malik bin Marwan, tahun 685-705 M. (66-86 H)
f. Al-Walid bin ‘Abdul Malik (al-Walid I), tahun 705-715 M. (86-97 H)
g. Sulaiman bin ‘Abdul Malik, tahun 715-717 M. (97-99 H)
h. Umar bin ‘Abdul ‘Aziz (‘Umar II), tahun 717-720M. (99-102 H)
i. Yazid bin ‘Abdul Malik (Yazid II), tahun 720-724 M. (102-106 H)
j. Hisyam bin ‘Abdul Malik, tahun 724-743 M. (106-126 H)
k. Walid bin Yazid (al-Walid III), tahun 743-744 M. (126-127 H)
l. Yazid bin Walid (Yazid III), tahun 744 M. (127 H)
m. Ibrahim bin al-Walid, tahun 744 M. (127 H)
n. Marwan bin Muhammad (Marwan II al-Himar), tahun 745-750 M. (127- 133 H)

Pada saat Daulah Umayyah diperintah oleh al-Walid bin Abdul Malik, keadaan negara sangat makmur, tenteram, dan tertib. Umat Islam merasa nyaman dan hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih 10 tahun itu tercatat suatu perluasan wilayah dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko ditundukkan, Tariq bin Ziyad, memimpin pasukan Islam menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko (magrib) dengan benua Eropa, Tariq bin Ziyad mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Setelah tentara Spanyol dapat dikalahkan, Spanyol menjadi daerah perluasan selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Cordoba, dapat dikuasai dengan cepat. Setelah itu kota-kota lain seperti Sevilla, Elvira dan Toledo juga ditaklukkan.

Di zaman pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, perluasan wilayah dilakukan ke Perancis melalui pegunungan Pirenia. Misi tersebut dipimpin oleh Abdurrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Dengan keberhasilan memperluas wilayahnya ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini menjadi betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Syria, Palestina, Afrika Utara, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Uzbekistan, Turkmenistan, dan Kirgistan di Asia Tengah.

Di samping perluasan wilayah Islam, Bani Umayyah juga telah banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah bin Abu Sufyan mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda-kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya, jabatan khusus seorang qadi (hakim) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri. Qadi adalah seorang spesialis di bidang kehakiman. Abdul Malik bin Marwan mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, Abdul Malik bin Marwan mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata- kata dan tulisan Arab. Khalifah Abdul Malik bin Marwan juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi dalam pemerintahan Islam.

Keberhasilan tersebut dilanjutkan oleh puteranya al-Walid bin Abdul Malik (705-715 M) meningkatkan berbagai pembangunan, di antaranya membangun panti- panti untuk orang cacat dimana pekerjanya digaji oleh negara secara tetap. Ia juga membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, ia juga membangun pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.


Khalifah al Walid bin Abdul Malik adalah putra mahkota Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Ia menjadi khalifah menggantikan ayahnya Abdul Malik bin Marwan. Ada perbedaan dalam hal kecakapan di bidang ilmu pengetahuan. Tidak seperti ayahnya yang pandai menguasai bermacam-macam cabang ilmu pengetahuan, termasuk kemampuan bahasa Arab. Al Walid tidak mempunyai keterampilan berbahasa yang cukup baik. Oleh sebab itu, al Walid dikenal sebagai khalifah dari Dinasti Bani Umayyah yang kemampuan bahasa Arabnya kurang baik. Padahal, para penguasa dan khalifah dari Dinasti Bani Umayyah dikenal mempunyai kemampuan bahasa Arab yang cukup baik.

Meskipun ayahnya sudah mendatangkan seorang guru pengajar ilmu nahwu, tata bahasa Arab, tetapi keterampilan bahasa Arab al Walid tidak mengalami perubahan yang berarti. Melihat kenyataan seperti itu ayahnya berkomentar, ”Cinta aku kepada putraku, al Walid sudah membahayakan dirinya.”
Ungkapan ayahnya itu mengandung pengertian bahwa sebab cinta dan sayangnya kepada al Walid, ayahnya tidak tega mengirim al Walid ke Gurun Sahara. Wilayah Sahara atau padang pasir cukup jauh dan termasuk wilayah pedalaman. Di wilayah ini bahasa Arab masih cukup baik sebab belum bercampur oleh bahasa-bahasa lain. Akan tetapi, ayah al Walid agaknya tidak tega membiarkan anaknya tinggal dan menetap di wilayah itu bersama orang-orang Badui.

Menurut penilaian, bahwa bahasa Arab suku Badui atau pedalaman Arab masih murni. Bahasa mereka belum tercemar dengan bahasa suku-suku lain. Kehidupan mereka sebagai bangsa nomaden (berpindah-pindah tempat) bersama ternak mereka membuat mereka jarang kontak dan berhubungan dengan suku-suku lain. Berbeda sekali dengan bahasa Arab orang-orang kota. Bahasa Arab orang-orang kota kebanyakan sudah tercemar sebab banyak dipengaruhi bahasa dari suku-suku lain.
Namun, walaupun al Walid tidak terampil dalam bahasa Arab, tetapi ia seorang khalifah yang mempunyai tekad dan cita-cita yang besar. Ia ingin menyatukan dan memperluas wilayah yang sudah dirintis para pendahulunya menjadi kerajaan yang besar dan tangguh.

Berbekal apa yang sudah dirintis ayahnya, seperti pendirian pabrik-pabrik peralatan perang serta pembuatan kapal-kapal perang. Al Walid berhasil melaksanakan aksi-aksi dan penyerangan-penyerangan militer ke bermacam-macam wilayah, termasuk Eropa, Afrika Utara, Laut Tengah, Jazirah Arab, dan Asia Tengah.

Keberhasilan Khalifah al Walid bin Abdul Malik dalam mempertahankan dan mengembangkan wilayah kekuasaan Dinasti Bani Umayyah juga didukung oleh adanya situasi keamanan dan stabilitas dalam negeri yang cukup aman. Tambah pula para panglima perang yang terampil dan andal.
Menurut catatan, al Hajaj bin Yusuf adalah salah seorang gubernur yang banyak mendukung keberhasilan al Walid. Hajaj sudah lama mengabdikan dirinya menjadi pengikut setia Marwan, kakeknya. Demi Dinasti Bani Umayyah, Hajaj mau melaksanakan apa saja, tidak peduli apakah hal itu bertentangan dengan agama atau tidak. Berkat kesetiaannya kepada Dinasti Bani Umayyah, maka ia berhasil menjadi orang kepercayaan Khalifah Marwan. Lebih dari itu, apa yang menjadi harapan Hajaj selalu dituruti dan dikabulkan.

Kenyataan membuktikan lain, saat Umar bin Abdul Aziz menjadi gubernur Hijaz (kota Mekah dan Madinah) dan berhasil membangun kedua kota itu serta dicintai masyarakat Hijaz, Hajaj menjadi iri. Mengapa? Karena Hajaj juga seorang penguasa, tetapi dia tidak diperlakukan demikian oleh rakyatnya.
Saat itu, Hajaj seorang gubernur. Ia menjadi penguasa wilayah Irak, yang kebanyakan adalah pengikut Ali bin Abi Thalib r.a.. Namun, rakyat Irak tidak suka dengan Hajaj sebab ia sosok yang kejam dan bengis. Ia adalah orang yang bertanggung jawab pada pembunuhan yang dilancarkan kepada keturunan Ali bin Abi Thalib r.a.

Hajaj juga dikenal oleh banyak kalangan sebagai orang yang suka menjilat dan mau melaksanakan apa saja, termasuk fitnah dan pembunuhan. Akibat kekejaman Hajaj, para pemberontak menjadi takut dan menjadikan kondisi negara aman dan stabil. Inilah yang dikatakan Marwan kepada Abdul Malik dan juga cucunya, al Walid bahwa Hajaj itu termasuk orang yang berjasa mendukung Dinasti Bani Umayyah.

Ada seorang panglima perang  bani umayyah yang namanya sangat masyhur pada masa Khalifah al Walid, ia adalah Thariq bin Ziad. Thariq bin Ziad namanya lalu diabadikan menjadi nama sebuah selat di Laut Tengah, Selat Gibraltar yang maknanya Selat Jabal Thariq. Nama selat itu hingga kini masih ada.

Panglima Thariq bin Ziad dikenal tidak saja sebab sangat tangguh dan cakap memimpin pasukan. Akan tetapi, ia juga dikenal sebagai orang yang pandai berdiplomasi dan berpidato. Pidatonya dapat mengobarkan semangat pasukannya, sehingga mereka mempunyai keberanian untuk bertempur hingga titik darah penghabisan.


Selain kemajuan dalam bidang pemerintahan, ilmu pengetahuan juga tak lupa dikembangkan pada masa itu. Perkembangan ilmu pengetahuan tersebut meliputi:
Daulah Umayyah di Damaskus (661-750M)

  1. Ilmu agama, seperti: al-Qur’an, Hadis, dan fiqih. Proses pembukuan hadis terjadi pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, sejak saat itu hadis mengalami perkembangan pesat.
  2. Ilmu sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang kisah, perjalanan hidup, dan riwayat. Ubaid ibn Syariyah al-Jurhumi berhasil menulis berbagai peristiwa sejarah.
  3. Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segala ilmu yang mempelajari bahasa, nahwu, saraf, dan lain-lain.
  4. Bidang ilmu filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing, seperti ilmu mantik, astronomi, ilmu hitung, kimia, dan ilmu yang berhubungan dengan itu, serta ilmu kedokteran.

Daulah Umayyah di Andalusia (756 M – 1031 M)

Daulah Umayyah di Damaskus dan Andalusia

Kekuasaan Bani Umayyah di Damaskus berakhir pada tahun 750 M, kemudian kekhalifahan pindah ke tangan Bani Abbasiyah. Namun, Abdurrahman ad-Dakhil yang merupakan salah satu penerus Bani Umayyah dapat meloloskan diri pada tahun 755 M. Ia dapat lolos dari kejaran pasukan Bani Abbasiyah dan masuk ke Andalusia (Spanyol). Di Spanyol sebagian besar umat Islam saat itu masih setia dengan Bani Umayyah. Ia kemudian mendirikan pemerintahan sendiri dan mengangkat dirinya sebagai amir (pemimpin) dengan pusat kekuasaan di Cordoba.

Adapun amir-amir Bani Umayyah atau Daulah Umayyah yang memerintah di Andalusia (Spanyol) sebagai berikut:

a. Abdurrahman ad-Dakhil (Abdurrahman I), tahun 756-788 M.
b. Hisyam bin Abdurrahman (Hisyam I), tahun 788-796 M.
c. Al-Hakam bin Hisyam (al-Hakam I) , tahun 796-822 M.
d. Abdurrahman al-Ausat (Abdurrahman II) , tahun 822-852 M.
e. Muhammad bin Abdurrahman (Muhammad I) , tahun 852-886 M.
f. Munzir bin Muhammad, tahun 886-888 M.
g. Abdullah bin Muhammad, tahun 888-912 M.
h. Abdurrahman an-Nasir (Abdurrahman III) , tahun 912-961 M.
i. Hakam al-Muntasir (al-Hakam II) , tahun 961-976 M.
j. Hisyam II, tahun 976-1009 M.
k. Muhammad II, tahun 1009-1010 M.
l. Sulaiman, tahun 1013-1016 M.
m. Abdurrahman IV, tahun 1016-1018 M.
n. Abdurrahman V, tahun 1018-1023 M.
o. Muhammad III, tahun 1023-1025 M.
p. Hisyam III, tahun 1027-1031 M.

Cordoba menjadi pusat berkembangnya ilmu pengetahuan pada masa pemerintahan Daulah Umayyah di Andalusia (Spanyol). Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan terjadi pada masa pemerintahan amir yang ke-8 dan ke-9, yakni Abdurrahman an-Nasir dan Hakam al-Muntasir.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan kebudayaan di Cordoba ditandai dengan adanya Universitas Cordoba. Universitas tersebut memiliki perpustakaan dengan koleksi buku mencapai 400.000 judul. Pada masa kejayaannya, Cordoba memiliki 491 masjid dan 900 pemandian umum. Karena air di kota ini tidak layak minum, pemerintah kemudian berinisiatif untuk membangun instalasi air minum dari pegunungan sepanjang 80 km.

Berkembangnya ilmu pengetahuan di Cordoba menciptakan berbagai inisiatif dan inovasi dalam rangka membuat kehidupan lebih sejahtera, aman dan nyaman. Didirikannya masjid-masjid yang megah dan indah menunjukkan bahwa saat itu kesadaran untuk meningkatkan ketaqwaan dan keimanan juga sangat tinggi.

Daulah Umayyah di Damaskus dan Andalusia memperlihatkan kemajuan dan kejayaan Islam di jaman dahulu, sampai saat ini Islam terus berkembang, sebagai seorang muslim, kita harus meneruskan kemajuan tersebut dengan berusaha terus untuk mengerjakan hal-hal yang bermanfaat dan sesuai dengan petunjuk agama Islam. 

Kebesaran yang sudah diraih oleh Bani Umayyah selama kurang lebih 90 tahun ternyata tidak mampu menahan kehancurannya akibat kelemahan-kelemahan internal dan semakin kuatnya tekanan dari fihak luar. Adapun faktor-faktor yang membawa kehancuran Bani Umayyah dapat dibaca pada artikel ini.




اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ
Saudara muslimku calon penghuni sorga, kali ini kita akan membahas tentang Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan pada Masa Umayyah. Semoga artikel ini bermanfaat, aamiin.

Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan pada Masa Umayyah

Sejak jaman dahulu, kemajuan suatu bangsa selalu ditandai dengan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan budaya. Hal ini sudah terbukti dalam sejarah, tercatat bahwa semasa pemerintahan khalifah-khalifah Daulah Umayyah, pertumbuhan ilmu pengetahuan pada masa Umayyah baik semasa Daulah Umayyah di Damaskus (661 -750 M) maupun dimasa Daulah Umayyah di Andalusia atau Spanyol (756 -1031 M).

Damaskus  yang sekarang menjadi ibukota negara Suriah menjadi saksi sejarah betapa majunya peradaban dan ilmu pengetahuan saat itu. Di Kota Damaskus saatitu banyak didirikan gedung-gedung yang indah. Lingkungan di sekeliling kota juga dibangun dengan tata kota yang sangat teratur. Di kota itu juga dibuat taman-taman kota yang asri, nyaman, dan sedap dipandang mata. Jalan-jalan di Damaskus ditanami pepohonan yang teduh, sungai-sungai juga dibuat sedemikian rapi, bersih, dan teratur. Hal ini menunjukkan bahwa di masa itu masyarakat muslim telah mengalami perkembangan budaya dan ilmu pengetahuan yang sangat maju. Di kota ini juga dibangun masjid yang sangat indah dan megah rancangan seorang arsitek bernama Abu Ubaidah bin Jarrah.

Kota Damaskus juga dikenal dengan kota pelajar. Pada waktu itu jumlah sekolah di Kota Damaskus sudah mencapai sebanyak 20 sekolah. Sejumlah perpustakaan besar juga didirikan untuk mendukung perkembangan ilmu pengetahuan. Di antara lembaga pendidikan itu terdapat sekolah-sekolah kedokteran dan rumah sakit. Sungguh pada jaman tersebut kemajuan semacam ini merupakan prestasi yang sangat luar biasa.

Keberadaan Daulah Umayyah di Andalusia pun tak mau kalah dengan periode Daulah Umayyah di Damaskus. Kekhalifahan Bani Umayyah di Spanyol menjadikan Cordoba sebagai ibukotanya. Kota Cordoba saat itu menjadi pusat ilmu pengetahuan. Di kota ini didirikan Uneversitas Cordoba yang memiliki perpustakaan dengan mencapai 400.000 judul koleksi buku. Sungguh untuk ukuran saat itu merupakan kemajuan yang tiada duanya di dunia.
Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan pada Masa Umayyah
Dengan kemajuan seperti itu, Cordoba menjadi inspirasi bagi para ilmuwan dan penulis bangsa Barat. Oleh para ahli sejarah, kemajuan Cordoba pada zaman pemerintahan Umayyah di Spanyol disebut-sebut sebagai cikal bakal pembawa kemajuan bangsa Barat di kemudian hari.

Umat Islam pada masa itu sudah menjadi pelopor kemajuan dunia karena kegigihan dan ketekunannya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan budaya. Jadi, sangat disayangkan jika generasi muda muslim sekarang menjadi malas belajar, lemah dan tertinggal.

Ilmu pengetahuan mengalami kemajuan yang sangat berarti pada masa pemerintahan Bani Umayyah. Adapun perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini dapat dikelompokkan sebagai berikut :

a. Ilmu Kimia  pada Masa Umayyah
Di antara ahli kimia di masa itu adalah Abu al-Qasim Abbas ibn Farnas yang mengembangakan ilmu kimia murni dan kimia terapan. Ilmu kimia murni maupun kimia terapan merupakan dasar bagi ilmu farmasi yang erat kaitannya dengan ilmu kedokteran.

b. Kedokteran  pada Masa Umayyah

Di antara ahli kedokteran ketika itu adalah Abu al-Qasim al-Zahrawi. Beliau dikenal sebagai ahli bedah, perintis ilmu penyakit telinga, dan pelopor ilmu penyakit kulit. Di dunia Barat dikenal dengan Abulcasis. Karya Abu al-Qasim al-Zahrawi berjudul al-Ta'rif li man ‘Ajaza ‘an al-Ta’līf, yang pada abad XII diterjemahkan oleh Gerard of Cremona dan dicetak ulang di Genoa (1497M), Basle (1541 M) dan di Oxford (1778 M). Buku tersebut menjadi rujukan di universitas-universitas terkemuka di Eropa.
Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan pada Masa Umayyah
Abu al-Qasim al-Zahrawi

c. Sejarah pada Masa Umayyah
Di antara tokoh terkenal bidang sejarah ketika itu adalah :
  1. Abu Marwan Abdul Malik bin Habib, beliau lahir pada tahun 790 M di desa Kurat Ilbira dekat Granada dan meninggal pada tahun 852 M di Cordova. Salah satu buku Abu Marwan Abdul Malik bin Habib yang terkenal berjudul al-Tarikh. 
  2. Abu Bakar Muhammad bin Umar, dikenal dengan Ibnu Quthiyah. Karya bukunya berjudul Tarikh Iftitah al-Andalus.
  3. Hayyan bin Khallaf bin Hayyan, karyanya yang terkenal adalah al-Muqtabis fi Tarikh Rija al Andalus dan al-Matin.

d. Bahasa dan Sastra pada Masa Umayyah
Di antara tokoh terkenal bidang sastra ketika itu adalah :
  1. Ali al-Qali, karyanya al-Amali dan al-Nawadir, wafat pada tahun 696 M.
  2. Abu Bakar Muhammad Ibn Umar. Di samping terkenal sebagai ahli sejarah, ia adalah seorang ahli bahasa Arab, nahwu, penyair, dan sastrawan. Ia meninggal pada tahun 977 M. Ia menulis buku dengan judul al-Af’al dan Fa’alta wa Af’alat. 
  3. Abu Amr Ahmad ibn Muhammad ibn Abd Rabbih, karya prosanya diberi nama al-‘Aqd al-Farid. Ia meninggal tahun 940 M.
  4. Abu Amir Abdullah ibn Syuhaid. Lahir di Cordova pada tahun 382 H/992 M dan wafat pada tahun 1035 M. Karyanya dalam bentuk prosa adalah Risalah al -awabi’ wa al-Zawabig, Kasyf al-Dakk wa A£ar al-Syakk dan Hanut ‘Athar.
Selain ilmu pengetahuan pada masa Bani Umayah juga berhasil mengembangkan bidang lainnya, yaitu:

a.Arsitektur
Perkembangan di bidang arsitektur ini terlihat dari bangunan-bangunan artistik masjid-masjid yang memenuhi kota. Kota lama pun dibangun menjadi kota modern. Mereka memadukan gaya Persia bernuansa Islam yang kental di setiap sudut bangunannya. Pada masa Walid dibangun juga sebuah masjid agung yang terkenal dengan sebutan Masjid Damaskus hasil karya arsitek Abu Ubaidah bin Jarrah serta dibangunnya sebuah kota baru yaitu kota Kairawan oleh Uqbah bin Nafi.

b. Organisasi militer
Pada masa pemerintahan Bani Umayyah ini militer dikelompokkan menjadi 3 angkatan : yaitu (1) angkatan darat (al-jund), (2) angkatan laut (al- bahiriyah) dan (3) angkatan kepolisian.

c. Perdagangan
Setelah Bani Umayah menaklukkan bebagai wilayah, jalur perdangan menjadi semakin lancar dan ramai. Ibu Kota Basrah di Teluk Persi pun menjadi pelabuhan dagang yang ramai dan makmur, begitu pula Kota Aden.

d.Kerajinan
Ketika Khalifah Abdul Malik menjabat, mulailah dirintis pembuatan tiras (semacam bordiran), yakni cap resmi yang dicetak pada pakaian khalifah dan pembesar-pembesar pemerintahan.




اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ
Saudara muslimku calon penghuni sorga, kali ini kita akan membahas tentang Ibadah Puasa Membentuk Pribadi yang Bertakwa. Semoga artikel ini bermanfaat, aamiin.

Ibadah Puasa Membentuk Pribadi yang Bertakwa

Salah satu tujuan penting Ibadah puasa yang merupakan salah satu rukun Islam yaitu untuk membentuk pribadi yang bertakwa.

Kamu pasti pernah mengalami betapa nikmatnya saat sedang berbuka puasa. Seharian kita menahan lapar dan haus; nikmatnya, begitu tiba saatnya berbuka. Alhamdulillah lapar dan haus terobati.

Apa yang bisa kita rasakan pada saat  menjalankan ibadah puasa? Puasa bukan hanya menahan makan dan minum. Banyak orang di sekeliling kita berpuasa. Mereka beramai-ramai sahur di waktu sebelum fajar tiba, kemudian menahan lapar dan haus di siang harinya. Seharian mereka tidak makan dan minum, begitu mendengar kumandang adzan Magrib, tuntas sudah puasa pada hari itu. Semudah itukah kita melaksanakan puasa? Selain menahan makan dan minum kita juga harus dapat menahan diri dari segala perbuatan yang mengandung dosa. Lebih jauh lagi kita harus meninggalkan perkara-perkara yang dapat merugikan orang lain, seperti mencuri, memfitnah, korupsi, atau mengambil setiap hak orang lain.

Ibadah puasa adalah momen yang paling tepat untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Apalagi puasa di bulan Ramadhan, setiap pahala dilipatgandakan oleh Allah Swt. Apakah kita tidak rugi jika tidak berpuasa? Bekerja pun bernilai ibadah manakala diniatkan dengan benar. Para petani yang mengayunkan cangkulnya di saat berpuasa lebih baik daripada yang hanya tidur dari pagi sampai petang.

Ibadah Puasa Membentuk Pribadi yang BertakwaJadi, melaksanakan puasa memberikan kesempatan kepada kita untuk menambah amal ibadah. Kita juga memohon ampun atas dosa-dosa yang telah kita perbuat baik yang kita sengaja maupun yang tidak kita sengaja. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Puasa merupakan rukun Islam yang keempat. Puasa berasal dari kata “shaumu” yang artinya menahan diri dari segala sesuatu, seperti: menahan makan, minum, nafsu, dan menahan bicara yang tidak bermanfaat.

Sedangkan arti puasa menurut istilah adalah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkannya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat tertentu, sesuai dengan firman Allah Swt. pada Q.S. al-Baqarah/2 :187 yang artinya: “Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar...

Setiap muslim diwajibkan untuk berpuasa di bulan Ramadan sebagaimana firman Allah yang artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Q.S. al-Baqarah/2 : 183)

Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa puasa itu diwajibkan bagi orang-orang yang beriman dengan tujuan agar menjadi orang yang bertakwa.

1. Puasa Wajib
Puasa wajib adalah puasa yang harus dilaksanakan oleh setiap umat Islam yang sudah baligh, dan apabila ditinggalkan akan mendapat dosa. Adapun puasa wajib terbagi atas 4 macam yaitu:

a. Puasa Ramadan
Puasa Ramadan adalah puasa yang dilaksanakan pada bulan Ramadan yang merupakan rukun Islam yang keempat. Puasa wajib ini mulai diperintahkan pada tahun kedua hijrah, setelah Nabi Muhammad Saw. hijrah ke Madinah. Hukum puasa Ramadhan adalah fardu ‘ain. Oleh karena itu, jangan sekali-kali meninggalkan puasa Ramadan tanpa adanya halangan yang dibenarkan menurut syariat. Apabila sedang berhalangan melaksanakan puasa Ramadan, kita wajib menggantikannya pada hari lain. Agar puasa kita menjadi lebih sempurna dan bermakna, marilah kita pelajari ketentuan-ketentuannya.

1) Syarat wajib puasa
Orang Islam berkewajiban untuk melaksanakan puasa apabila memenuhi syarat sebagai berikut: (1) berakal, (2) balig, (3) mampu berpuasa.

2) Syarat sahnya puasa
Di samping syarat wajib ada syarat lain agar puasa kita menjadi sah, antara lain: (1) Islam, (2) Mumayiz (sudah dapat membedakan mana yang baik dan yang tidak baik), (3) Suci dari darah haid dan nifas, (4) Dalam waktu yang diperbolehkan untuk berpuasa.

3) Rukun puasa
Orang yang akan melaksanakan puasa harus memenuhi rukun puasa antara lain yaitu:
(1) Niat untuk berpuasa
(2) Menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari.

4) Hal-hal yang membatalkan puasa

Berpuasa merupakan bentuk ibadah kita kepada Allah Swt. Untuk itu kita harus berhati-hati terhadap hal-hal yang dapat membatalkannya. Ada enam perkara yang bisa membatalkan puasa kita, yaitu:
a) Makan dan minum.
b) Muntah yang disengaja atau dibuat-buat.
c) Berhubungan suami istri.
d) Keluar darah haid atau nifas bagi perempuan,
e) Gila
f) Keluar cairan mani dengan sengaja.

5) Hal-hal yang disunnahkan dalam puasa
a) Berdoa ketika berbuka puasa,
b) Memperbanyak sedekah,
c) Shalat malam, termasuk shalat tarawih,
d) Tadarus atau membaca al-Qur’ān.

6) Hal-hal yang mengurangi pahala puasa
Hal yang dapat mengurangi bahkan menghilangkan pahala puasa adalah semua perbuatan yang dilarang oleh Islam. Contohnya membicarakan kejelekkan orang lain, berbohong, berkelahi, mencaci maki orang lain, dan sebagainya.

7) Orang-orang yang boleh berbuka pada bulan Ramadan
Berpuasa adalah kewajiban bagi setiap muslim. Akan tetapi, dalam keadaan tertentu, kita boleh tidak berpuasa. Adapun orang-orang yang diperbolehkan meninggalkan puasa menurut hukumnya adalah sebagai berikut:

  1. Orang yang sedang sakit dan tidak kuat untuk berpuasa atau jika berpuasa sakitnya semakin parah. Namun, ia harus menggantikannya di hari lain apabila sudah sembuh nanti.
  2. Orang yang sedang dalam menempuh perjalanan jauh. Ia pun wajib mengqada puasanya di hari lain.
  3. Orang tua yang sudah lemah sehingga tidak kuat lagi untuk berpuasa. Ia wajib membayar fidyah (bersedekah) tiap hari 3⁄4 liter beras atau yang sama dengan itu kepada fakir miskin.
  4. Orang yang sedang hamil atau menyusui anak. Kedua perempuan ini kalau khawatir akan menjadi mudharat kepada dirinya sendiri atau beserta anaknya mereka wajib mengqada puasanya sebagaimana orang yang sedang sakit. Kalau hanya khawatir akan menimbulkan mudharat bagi anaknya, ia wajib mengqada puasanya dan membayar fidyah kepada fakir miskin.


b. Puasa Nazar
Puasa nazar adalah puasa yang dilakukan karena memiliki nazar (janji kebaikan yang pernah diucapkan). Puasa ini wajib dilaksanakan ketika keinginannya atau cita-citanya terpenuhi.

Misalnya, Amir ingin sekali lulus SMP dan memperoleh predikat 10 besar di sekolah. Jika keinginannya terwujud Amir berjanji untuk puasa 3 hari. Nah, ketika cita-cita itu ternyata terpenuhi, maka janji (nazar) untuk berpuasa 3 hari tersebut harus segera dilaksanakan oleh Amir.

Nazar harus berupa amal kebaikan. Sesorang tidak boleh bernazar dengan amal keburukan atau maksiat. Jika seseorang kelepasan bernazar untuk berbuat maksiat kepada Allah, maka hal tersebut tidak wajib bahkan tidak boleh dilakukan, bahkan ia harus beristigfar memohon ampun kepada Allah atas nazar berbuat maksiat tersebut.

c.Puasa Qada
Puasa qada adalah puasa yang diniatkan untuk mengganti kewajiban sesudah lewat waktunya. Sebagai contoh orang yang meninggalkan puasa karena sedang haid, berkewajiban mengganti puasa tersebut di bulan yang lainnya. Apabila meninggalkan puasanya enam hari, wajib baginya mengqada juga selama enam hari (sebanyak jumlah hari puasa yang ditinggalkan).

Batas waktu untuk mengqada puasanya adalah sampai datang bulan puasa berikutnya. Apabila tidak dilakukan, ia wajib mengqada sekaligus membayar fidyah.

d. Puasa Kifarat
Puasa kifarat adalah puasa yang wajib dikerjakan karena melanggar suatu aturan yang telah ditentukan. Puasa kifarat wajib dilaksanakan apabila terjadi hal-hal berikut:

1) Tidak mampu memenuhi nazar
Nazar merupakan janji yang wajib dipenuhi tetapi kadangkala kita tidak sanggup memenuhi janji tersebut karena ada halangan. Contoh: Jika nanti saya naik pangkat, saya akan melaksanakan umrah. Apabila terkabul dapat naik pangkat, yang bernazar wajib melaksanakan umrah. Namun, saat itu kita belum mempunyai ongkos untuk pergi umrah. Maka, dia boleh menggantinya dengan membayar fidyah kepada sepuluh orang miskin. Jika tidak mampu membayar fidyah, dia wajib berpuasa selama tiga hari.
2) Berkumpul dengan istri di siang hari pada bulan puasa

3) Membunuh secara tidak sengaja
Dalam kasus semacam ini ia wajib melaksanakan puasa kifarat selama dua bulan berturut-turut. Membunuh merupakan perbuatan keji yang dilarang oleh Allah Swt. dan termasuk dosa besar. Namun, sering kali terjadi kasus pembunuhan yang terjadi walaupun pelakunya tidak menginginkannya. Contohnya: mengendarai mobil dengan kecepatan yang tinggi sehingga terjadi kecelakaan yang mengakibatkan meninggalnya seseorang. Dalam kasus semacam ini penabrak wajib membayar kifarat berupa memerdekakan hamba sahaya sambil memberikan santunan kepada pihak korban. Jika tidak mampu, dia harus berpuasa selama dua bulan berturut-turut.
4) Melakukan zihar kepada istrinya (menyamakan istri dengan ibunya).
Seorang suami yang menyamakan istri dengan ibunya hukumnya haram. Contoh perilaku menyamakan misalnya seorang suami tidak mau melakukan hubungan suami istri karena ketika melihat istrinya seperti dia melihat ibunya. Perlakuan suami seperti ini tentu akan sangat menyakiti hati dan perasaan istrinya. Hal ini sangat dilarang oleh Allah Swt. Apabila perbuatan ini sudah telanjur, maka suami tersebut harus membayar kifarat dengan memerdekaan hamba sahaya atau berpuasa dua bulan berturut-turut.
5) Mencukur rambut ketika ihram.
Ketika sedang melaksanakan ibadah haji, seorang jamaah haji sudah mencukur rambut sebelum tahalul. Maka, jamaah haji tersebut harus membayar kifarat berupa memberikan sedekah kepada 6 orang fakir miskin atau berpuasa tiga hari.
6) Berburu ketika ihram.
Pada saat seseorang melaksanakan haji, dia tidak boleh berburu binatang. Jika hal itu dilakukan, maka dia wajib membayar kifarat karena berburu binatang merupakan salah yang dilarang saat melaksanakan haji. Bentuk kifaratnya ditentukan oleh keputusan hakim yang dinilai jujur.
7) Mengerjakan haji dan umrah dengan cara tamattu’ atau qiran
Dalam hal ini ia wajib membayar denda sebagai berikut: menyembelih seekor kambing yang pantas untuk berqurban. Apabila dia tidak sanggup memotong kambing, ia wajib melaksanakan puasa selama 10 hari. 3 hari wajib ia kerjakan pada saat ihram paling lambat pada hari raya Haji dan 7 harinya lagi wajib dilaksanakan sesudah ia kembali ke tanah airnya.

2. Puasa Sunnah
Selain diperintahkan untuk melaksanakan puasa wajib, kita juga dianjurkan untuk melaksanakan puasa sunnah. Cara mengerjakan puasa sunnah sama seperti melaksanakan puasa Ramadan, yaitu dimulai dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Dalam pelaksanaa puasa sunnah ini dikaitkan dengan bulan, hari, dan tanggal. Puasa sunnah ini apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala, apabila tidak dikerjakan tidak mendapat dosa.

Berikut ini akan diuraikan puasa sunnan untuk dilaksanakan selain puasa wajib, yaitu:

a. Puasa Syawal
Puasa ini dilaksanakan sesudah tanggal 1 Syawal. Jumlahnya ada 6 hari. Cara mengerjakannya boleh dikerjakan 6 hari berturut-turut atau boleh juga dilaksanakan dengan cara berselang-seling. Misalnya sehari puasa sehari tidak. Hal ini berdasarkan hadis dari Rasulullah Saw. sebagai berikut yang artinya :“Dari Abu Ayub, dari Rasulullah saw. berkata : siapa berpuasa Ramadan kemudian mengikutinya dengan berpuasa 6 hari di bulan Syawal, yang demikian itu (pahalanya) seperti puasa setahun.” (H.R. Jama’ah kecuali Bukhari dan Nasa’i).

b. Puasa Arafah (Tanggal 9 Zulhijjah)
Puasa ini dilaksanakan ketika orang yang berhaji sedang wukuf di Padang Arafah. Sedangkan orang yang menunaikan ibadah haji tidak disunnahkan melaksanakan puasa ini.
Keistimewaan puasa Arafah ini dapat menghapus dosa selama 2 tahun, yaitu setahun yang lalu dan setahun yang akan datang sebagaimana tertuang dalam Hadis dari Rasulullah Saw. yang artinya: “ Dari Abu Qatadah, nabi saw., telah berkata,” puasa hari Arafah itu menghapuskan dosa dua tahun: satu tahun yang telah lalu, dan satu tahun yang akan datang.”(H.R.Muslim)

c. Puasa Hari Senin dan Kamis
Puasa hari Senin dan Kamis adalah puasa sunnah yang dilaksanakan pada hari Senin atau hari Kamis. Sebagaimana Hadis berikut: Artinya : “Rasulullah bersabda : Ditempakan amal-amal umatku pada hari Senin dan Kamis dan aku senang amalku ditempakan, maka aku berpuasa”. (H.R. Ahmad dan at-Tirmidzi)

3. Waktu yang diharamkan untuk berpuasa
Allah Swt. Maha Adil dan Maha Bijaksana. Kita dilarang berpuasa dalam waktu-waktu tertentu. Adapun waktu yang diharamkan untuk berpuasa adalah:
a. Hari raya Idul Fitri dan Idul Adha
b. Hari tasyrik yaitu tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah
c. Hari yang diragukan (apakah sudah tanggal satu Ramadan atau belum)

Rangkuman "Ibadah Puasa Membentuk Pribadi yang Bertakwa" :

  1. Menurut istilah puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkannya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat tertentu.
  2. Puasa wajib ada empat yaitu: puasa di bulan Ramadan, puasa kifarat, puasa qada, dan puasa nazar.
  3. Syarat wajib puasa adalah berakal, balig, dan mampu untuk melakukan puasa.
  4. Syarat sahnya puasa adalah Islam, mumayiz, suci dari darah haid dan nifas, serta dalam waktu yang diperbolehkan untuk berpuasa.
  5. Rukun puasa adalah niat untuk berpuasa dan menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa dari terbit fajar sampai terbenam matahari. 
  6. Hal-hal yang membatalkan puasa adalah makan dan minum dengan sengaja, muntah yang disengaja, berhubungan suami istri, keluar darah haid atau nifas bagi perempuan, gila, serta keluar cairan mani dengan sengaja.
  7. Perbuatan yang disunnahkan dalam puasa adalah berdoa ketika berbuka puasa, memperbanyak sedekah, shalat malam serta tadarus atau membaca al-Qur’an.
  8. Orang-orang yang boleh berbuka pada bulan Ramadan adalah orang yang sedang sakit, orang yang sedang melakukan perjalanan jauh, orang tua yang sudah lemah dan tidak kuat lagi untuk berpuasa, orang yang sedang hamil atau menyusui anak.
  9. Ketentuan Puasa sunnah, Puasa sunnah jika dikerjakan akan mendapatkan pahala, tetapi jika tidak dikerjakan tidak mendapat dosa. 
  10. Waktu yang diharamkan untuk berpuasa. Adapun hari yang diharamkan untuk berpuasa adalah: hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, hari tasyrik yaitu tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah dan hari yang diragukan (apakah sudah tanggal 1 Ramadhan atau belum).
Hikmah Berpuasa
  • Meningkatkan iman dan taqwa serta mendorong seseorang untuk rajin bersyukur kepada Allah yang merupakan tujuan utama orang yang berpuasa.
  • Menumbuhkan rasa solidaritas terhadap sesama manusia terutama kasih sayang terhadap fakir miskin.
  • Melatih dan mendidik kesabaran dalam kehidupan sehari-hari.
  • Dapat mengendalikan hawa nafsu.
  • Menjaga dan Meningkatkan kesehatan. 





اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ
Saudara muslimku calon penghuni sorga, kali ini kita akan membahas tentang Jiwa Lebih Tenang dengan Banyak Melakukan Sujud. Semoga artikel ini bermanfaat, aamiin.

Jiwa Lebih Tenang dengan Banyak Melakukan Sujud

Mari kita renungkan, banyak orang harus dibantu dengan menggunakan tabung oksigen untuk bernafas, dibantu dengan kaki palsu dan tongkat agar bisa berjalan, untuk berbicara menggunakan bahasa isyarat, dan masih banyak lagi contoh-contoh yang lain.

Pernahkah mereka berputus asa atau menyesali keadaan tersebut? Ternyata mereka tetap optimis dan tetap mensyukuri nikmat-nikmat lain yang telah Allah berikan kepadanya. Dengan contoh tersebut, orang yang terlahir dalam kondisi lebih sempurna seharusnya lebih mensyukuri nikmat yang Allah Swt. Kita sudah diberi sepasang mata. Apakah sudah digunakan untuk melihat hal-hal yang baik? Atau justru sebaliknya kita gunakan untuk berbuat maksiat. Kita diberi sepasang telingga. Apakah sudah digunakan untuk mendengarkan hal-hal yang baik ? Sudahkah kita menjadi orang yang pandai untuk bersyukur?

Mewujudkan ungkapan syukur dapat dilakukan kapan saja, di mana saja, dan dengan berbagai cara. Kita dapat mengungkapkan rasa syukur sesaat setelah kita menerima nikmat, setiap selesai shalat, ketika bangun tidur, setelah makan, setelah selesai buang hajat, dan sebagainya. Kita juga dapat mengungkapkan rasa syukur ketika berada di rumah, di jalan, di sekolah, bahkan ketika berada di lapangan sepak bola pun kita dapat mengungkapkan rasa syukur. Cara mengungkapkan rasa syukur juga bermacam-macam, seperti dengan mengucapkan alhamdulillah, melakukkan sujud syukur, memberi sedekah, atau memperbanyak ibadah.

Jiwa Lebih Tenang dengan Banyak Melakukan SujudDi samping itu, seseorang yang diberi nikmat berupa kesehatan dari Allah Swt. bisa mensyukurinya dengan cara menggunakan kesehatan tersebut untuk melakukan amal kebaikan. Seseorang yang ingin bersyukur karena sudah dianugerahi sepasang mata, sudah semestinya bersyukur dengan cara menggunakannya untuk melihat yang baik-baik. Begitu pula seseorang yang ingin beryukur karena telah diberi sepasang telingga pasti digunakan untuk mendengarkan hal-hal yang baik juga. Apapun yang diberikan oleh Allah Swt, kepada kita itulah yang terbaik buat kita. Kita wajib ikhlas dengan takdir Allah Swt. , meskipun kadang-kadang takdir tersebut tidak kita sukai.

Menjadi orang yang pandai bersyukur itu sangatlah penting. Tatkala kita diberi oleh Allah dengan berbagai nikmat dan kelebihan, orang yang pandai bersyukur tidak akan terjerumus kepada kesombongan. Ingatlah bahwa sehebat apapun seorang manusia, dia tetaplah seorang hamba. Hamba dari Allah Yang Maha Perkasa, Mahakaya, Mahakuasa, dan Mahatinggi. Oleh karena itu, kita selalu diperintahkan untuk sujud dan merendahkan diri di hadapan Allah Swt. Sujud itu dilakukan pada saat shalat, atau sujud-sujud yang lain seperti sujud syukur, sahwi, dan tilawah. Semoga dengan bersujud hati dan jiwa kita menjadi lebih tenang.

Sujud merupakan satu bentuk kepasrahan dan penghambaan diri kita kepada Allah Swt. Hanya kepada Allah sajalah manusia itu boleh bersujud. Adapun kepada sesama manusia kita diperintahkan untuk saling menghormati saja, tidak boleh bersujud kepada sesama manusia. Pada saat kita sujud maka dahi, telapak tangan, kaki, dan lutut semua menempel ke tanah (alas sujud). Inilah posisi paling ideal sebagai bentuk kepasrahan, ketundukan, dan kepatuhan total kepada Allah Swt.

Jiwa Lebih Tenang dengan Banyak Melakukan SujudSujud sudah sangat lazim dilakukan di dalam shalat. Segala macam jenis shalat pasti ada sujudnya, kecuali shalat jenazah. Di dalam shalat fardhu, setiap rakaat ada dua kali sujud. Dalam sehari semalam kita wajib shalat sebanyak 17 rakaat, berarti kita wajib melakukan sujud sebanyak 34 kali. Jika kita menambah dengan bebagai macam amalan shalat sunnah, akan lebih banyak kita bersujud kepada Allah Swt. Namun, yang akan dibahas dalam uraian berikut ini adalah sujud-sujud yang dilakukan di luar rukun shalat tersebut. Macam-macam sujud yang dimaksud meliputi sujud syukur, sahwi, dan tilawah.

1. Sujud Syukur

Syukur artinya berterima kasih kepada Allah Swt. Sujud syukur merupakan sujud yang dilakukan ketika seseorang memperoleh kenikmatan dari Allah Swt. atau telah terhindar dari bahaya. Untuk mengungkapkan syukur seringnya kita hanya dengan mengucapkan kata “alhamdulillah”. Ternyata, di samping dengan mengucapkan hamdalah, kita juga diajarkan cara lain untuk mengungkapkan rasa syukur tersebut. Cara lain yang dimaksud adalah dengan sujud syukur.

Ketika melakukan sujud syukur, ekspresi dari rasa syukur itu tidak hanya terucap dalam lisan saja, namun juga dalam bentuk tindakan berupa sujud. Sungguh indah ajaran yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. kepada kita.

2. Sujud Sahwi

Sujud sahwi adalah sujud yang dilakukan karena lupa atau ragu-ragu di dalam shalat. Sujudnya dua kali dan dilakukan setelah membaca tahiyat akhir sebelum salam.

3. Sujud Tilawah

Sujud tilawah adalah sujud yang dilakukan karena membaca ayat-ayat sajdah yang terdapat dalam al-Qur’an ketika shalat maupun di luar shalat, baik pada saat membaca/menghafal sendiri atau pada saat mendengarkannya.

Kalian tentunya sudah tahu bahwa semua yang ada di bumi ini adalah ciptaan Allah Swt. Sudah menjadi keawajiban mereka harus patuh dan taat kepada Allah Swt. Tidak hanya manusia, seluruh makhluk seperti matahari, bintang, pohon-pohonan, awan, juga bersujud kepada-Nya. Tentunya cara sujud mereka berbeda dengan sujud yang dilakukan oleh manusia.

Ingatlah bahwa kepasrahan, ketaatan, dan kepatuhan kepada Allah dapat berpengaruh terhadap akhlak manusia dalam kehidupan sehari-hari. Untuk membantu kalian dalam menerapkan akhlak mulia ini, marilah kita lakukan refleksi terhadap diri kita masing-masing.

Rangkuman : Jiwa Lebih Tenang dengan Banyak Melakukan Sujud
  1. Sujud merupakan satu bentuk kepasrahan dan penghambaan diri kepada Allah Swt. Hanya kepada Allah saja manusia boleh bersujud.
  2. Sujud syukur ialah sujud yang dilakukan ketika seseorang memperoleh kenikmatan dari Allah Swt. atau telah terhindar dari bahaya.
  3. Sujud sahwi adalah sujud yang dilakukan karena lupa atau ragu-ragu saat melakukan shalat. Sujudnya dua kali dan dilakukan setelah membaca tahiyat akhir sebelum salam.
  4. Sujud tilawah adalah sujud yang dikerjakan karena membaca ayat-ayat sajadah dalam al-Qur’an ketika shalat maupun di luar shalat, baik itu pada saat membaca/menghafal sendiri atau pada saat mendengarkannya. Hukum melaksanakannya adalah sunnah.




Thursday, August 28, 2014

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ
Saudara muslimku calon penghuni sorga, kali ini kita akan membahas tentang Nabi Musa a.s. Mendapatkan Wahyu dari Allah Swt.. Semoga artikel ini bermanfaat, aamiin.

Nabi Musa a.s. Mendapatkan Wahyu dari Allah Swt.

Nabi Musa dan kaumnya dari bangsa Bani Israil selamat dari kejaran Fir’aun dengan izin dan pertolongan Allah Swt. Mereka dapat menyeberangi Laut Merah. Setelah itu Nabi Musa membawa para pengikutnya menuju Bukit Sinai. Kaum Bani Israil meluapkan kegembiraan mereka karena dapat selamat dari kejaran Fir’aun beserta bala tentaranya. Saat itu mereka benar-benar merasakan kemerdekaan dan kebebasan. Sebelumnya mereka hidup terkekang karena menjadi budak bagi Fir’aun di Kerajaan Mesir. Sekarang situasinya telah menjadi berbalik 180 derajat, mereka benar-benar bebas, merdeka, dan tidak ada aturan dari Fir'aun yang perlu dipatuhi.

Kisah teladan Nabi Musa a.s. Mendapatkan Wahyu dari Allah Swt.
Mereka meluapkan kegembiraan dengan berbagai cara. Ada yang bersyukur kepada Allah Swt., namun ada yang melampiaskannya dengan hanya bersuka ria. Nabi Musa a.s. merenung dan berfikir. Beliau berkeinginan agar kehidupan bangsa Bani Israil menjadi terarah dan memiliki aturan-aturan. Mereka tidak boleh hidup liar dan bebas semau-maunya. Nabi Musa lalu menyendiri dan bermunajat di salah satu tempat yang berada di bukit Sinai untuk memohon petunjuk dari Allah Swt. Nabi Musa berzikir, “Maha Besar Engkau ya Allah, ampunilah aku dan terimalah taubatku, dan aku menjadi orang yang pertama beriman kepada-Mu.” Saat Nabi Musa terus menerus berzikir dan kemudian merasa begitu dekat dengan Allah, diberikanlah kepada Nabi Musa petunjuk dan aturan berupa Kitab Taurat. Kitab itu berisi panduan kehidupan untuk Nabi Musa dan kaumnya agar hidupnya menjadi terarah.

Adapun pokok-pokok ajaran yang berada dalam Kitab Taurat yang diturunkan di Bukit Sinai tersebut adalah sebagai berikut:
1. Perintah untuk mengesakan Allah Swt.
2. Larangan menyembah patung/berhala.
3. Larangan menyebut nama Allah dengan sia-sia.
4. Perintah menyucikan hari Sabtu.
5. Perintah menghormati kedua orang tua.
6. Larangan membunuh sesama manusia.
7. Larangan berbuat zina.
8. Larangan mencuri
9. Larangan menjadi saksi palsu.
10.  Larangan mengambil hak orang lain.




اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ
Saudara muslimku calon penghuni sorga, kali ini kita akan membahas tentang Lebih Dekat Kepada Allah dengan Mengamalkan Shalat Sunnah. Semoga artikel ini bermanfaat, aamiin.

Lebih Dekat Kepada Allah dengan Mengamalkan Shalat Sunnah

Salah satu diantara banyak cara untuk lebih dekat kepada Allah Swt. adalah dengan Mengamalkan Shalat Sunnah. Marilah kita mengintrospeksi diri kita sendiri, sudahkah kita melaksanakan Shalat wajib dengan benar dan sempurna? Apakah kita juga sudah mendirikan Shalat fardhu dan tidak pernah meninggalkannya? Marilah kita bertanya pada diri kita sendiri, apakah Shalat yang kita kerjakan sudah betul atau belum? sudah khusyuk atau belum?

Sepertinya di dunia ini yang Shalatnya sudah benar-benar khusyuk dan tuma’ninah adalah Shalatnya Nabi Muhammad saja. Mampukah kita meniru Shalat beliau?

Bagaimana kelak kalau ternyata di hadapan Allah Swt. Shalat kita itu belum dianggap sempurna? Rasulullah mengajarkan kepada kita cara untuk menutupi kekurangan dalam Shalat kita. Maksudnya, kita disuruh mengganti kekurangan-kekurangan Shalat fardhu kita dengan melaksanakan Shalat sunnah sebagaimana yang Rasulullah ajarkan kepada kita. Dengan melaksanakan Shalat sunnah, kita dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah serta menyempurnakan ibadah kita.
Lebih Dekat Kepada Allah dengan Mengamalkan Shlat Sunnah
Pelaksanaan Shalat sunnah merupakan cerminan tingkat ketaqwaan dan ketawakalan seorang hamba kepada Allah Swt. Dalam melaksanakan Shalat sunnah, kita diharapkan semata-mata mengharapkan rida dari Allah Swt. Shalat ini menuntut kesungguhan dan tekad yang kuat karena kita harus merelakan waktu, tenaga, dan harta untuk melaksanakan Shalat tersebut. Jadi, sudah jelas bahwa Shalat sunnah itu dilaksanakan semata-mata untuk mengharapkan kedekatan dan ridha dari Allah yang akan dijadikan bekal pada masa yang akan datang. Apalagi, kita menghayati bahwa dengan melaksanakan Shalat bukan sekadar melaksanakan kewajiban. Allah Swt. tidak membutuhkan ibadah kita tetapi kitalah yang membutuhkannya. Kita berharap agar Allah menerima ibadah kita sehingga kita akan memperoleh kebahagiaan dan ketenangan di dunia dan akhirat.

Shalat sunnah adalah Shalat yang dianjurkan Allah Swt. untuk kita kerjakan. Orang yang melaksanakan Shalat sunnah akan mendapatkan pahala dan keutamaan dari Allah Swt. Namun, jika seseorang tidak melaksanakan Shalat sunnah, dia tidak berdosa. Dalam hal melaksanakan Shalat Sunnah, Rasulullah memberi teladan yang penuh dengan kemuliaan. Beliau selalu mengerjakan shalat sunnah, seperti Shalat-shalat rawatib, Shalat dhuha, Shalat witir, dan sebagainya. Di antara sekian banyak Shalat sunnah, ada yang ditekankan untuk dikerjakan dengan berjamaah, ada juga yang dikerjakan secara munfarid (sendirian), dan ada yang bisa dikerjakan secara berjamaah atau sendirian.

Pernahkah kalian melaksanakan Shalat sunnah secara berjama’ah? Tentunya kalian sudah sering melaksanakannya. Misalnya pada saat kalian melaksanakan Shalat hari raya Idul Fitri maupun hari raya Idul Adha (Shalat idain). Kalian tentu tidak pernah melaksanakan Shalat Idul Fitri atau Idul Adha secara munfarid (sendirian) bukan? Kedua Shalat ini pasti dilakukan secara berjamaah. Secara lebih rinci Shalat-Shalat sunnah yang dilaksanakan secara laki-laki (Amri dan salim) berjama’ah sebagai berikut :
a. Shalat Idul Fitri
b. Shalat Idul Adha
c. Shalat Kusuf (gerhana matahari)
d. Shalat Khusuf (gerhana bulan)
e. Shalat Istisqa (meminta hujan)

a. Shalat Idul Fitri


Shalat Idul Fitri merupakan Shalat sunnah dua rakaat yang dilaksanakan pada hari raya Idul Fitri setiap tanggal 1 Syawal setelah melaksanakan puasa Ramadhan satu bulan lamanya. Hukum melaksanakan Shalat sunnah ini adalah sunnah mu’akkad (sunnah yang sangat dianjurkan). “Id” artinya kembali yaitu dengan hari raya Idul Fitri ini kita kembali ke fitrah. Seorang muslim yang telah melaksanakan ibadah puasa selama bulan Ramadhan Insya Allah akan dihapus segala dosa-dosanya,  ia kembali ke fitrah, seperti bayi yang baru dilahirkan dari rahim ibunya, tanpa memiliki dosa sedikitpun. Waktu untuk melaksanakan Shalat Idul Fitri itu adalah setelah terbit matahari sampai tergelincirnya matahari pada tanggal 1 Syawal tersebut.

b. Shalat Idul Adha 

Shalat Idul Adha adalah Shalat yang dilaksanakan pada hari raya Qurban (hari raya Idul Adha). Shalat ini dilaksanakan pada pagi hari tanggal 10 Zulhijjah bertepatan dengan pelaksanaan rangkaian ibadah haji di tanah suci. Dengan demikian orang yang sedang berhaji tidak disunnahkan melaksanakan Shalat Idul Adha. Bagi orang yang tidak sedang melaksanakan ibadah haji, hukum melaksanakan Shalat Idul Adha adalah sunnah muakkad (sangat dianjurkan).

c. Shalat Kusuf (Gerhana Matahari)


Shalat Sunnah kusuf (kusufus syamsi) adalah Shalat sunnah yang dilaksanakan saat terjadi gerhana matahari. Hukum melaksanakan Shalat ini adalah sunnah muakkad.

Waktu pelaksanaan Shalat kusuf adalah mulai terjadinya gerhana matahari sampai matahari kembali tampak utuh seperti semula. Ketika gerhana sudah terjadi, jama’ah berkumpul di masjid. Salah satu dari jamaah tersebut menjadi muazin untuk menyerukan panggilan Shalat. Shalat gerhana ini dilaksanakan dengan berjamaah. Hal yang membedakan Shalat kusuf dengan Shalat pada umumnya adalah dalam Shalat kusuf setiap rakaat terdapat dua kali membaca surah al-Fatihah dan dua kali rukuk. Sehingga dalam dua rakaat Shalat kusuf terdapat empat kali membaca surah al-Fatihah, empat kali rukuk, dan empat kali sujud.

 d. Shalat Khusuf (Gerhana Bulan)

Shalat sunnah khusuf (khusuful qamari) adalah Shalat sunnah yang dilaksanakan ketika terjadi peristiwa gerhana bulan. Hukum melaksanakan Shalat Khusuf adalah sunnah muakkad. Sedangkan waktu Shalat gerhana bulan mulai terjadinya gerhana bulan sampai bulan tampak utuh kembali. Adapun tata cara peksanaannya hampir sama dengan pelaksanaan Shalat Kusuf, yang membedakan adalah bunyi niatnya. Niat Shalat harus dilakukan dengan ikhlas di dalam hati.

e. Shalat Istisqa (Memohon Hujan)

Shalat sunnah istisqa adalah Shalat sunnah dua rakaat yang dilaksanakan untuk memohon kepada Allah Swt. agar diturunkan hujan. Pada saat terjadi kemarau yang berkepanjangan sehingga sulit memperoleh air, umat Islam disunnahkan melaksanakan Shalat istisqa untuk mendekatkan diri kepada Allah, memohon ampun, seraya berdoa agar segera diturunkan hujan di daerahnya.
Lebih Dekat Kepada Allah dengan Mengamalkan Shlat Sunnah

Salah satu sebab terjadinya kekeringan adalah perilaku manusia yang tak mau peduli dan tidak ramah pada lingkungan. Padahal air merupakan komponen yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Kurangnya sumber air dan curah hujan mengakibatkan masalah yang serius dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, kita harus menjaga kelestarian alam dengan rajin menanam pohon dan merawatnya, selain itu kita harus menghemat penggunaan air. Pelaksanaan Shalat istisqa pada saat terjadi kekeringan sangatlah tepat. Ajaran ini membuat melakukan terhadap introspeksi dirinya sendiri.

Sebelum melaksanakan Shalat istisqa diharapkan untuk berpuasa selama empat hari berturut-turut. Selanjutnya bertaubat kepada Allah Swt. dari segala kesalahan dan dosa yang telah diperbuat, serta menghentikan segala bentuk perbuatan maksiat, serakah, dan merusak lingkungan. Pada hari keempat semua anggota masyarakat muslim berkumpul ke tanah lapang yang akan dipakai untuk melaksanakan Shalat istisqa. Mereka dianjurkan berpakaian sederhana serta disunnahkan untuk membawa binatang peliharaan ke tanah lapang tersebut. Di sepanjang jalan masyarakat dianjurkan juga untuk banyak beristigfar. Sesampai ke tanah lapang sambil menunggu pelaksanaan Shalat dianjurkan untuk berdzikir kepada Allah Swt.




اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ
Saudara muslimku calon penghuni sorga, kali ini kita akan membahas tentang Kisah Uwais Al-Qarni : Hikmah Taat Kepada Ibu. Semoga artikel ini bermanfaat, aamiin.

Kisah Uwais Al-Qarni : Hikmah Taat Kepada Ibu

Pada zaman Rasulullah Muhammad saw, ada seorang pemuda bernama Uwais Al-Qarni yang tinggal di negeri Yaman. Uwais Al-Qarni merupakan seorang fakir dan yatim. Ia hidup bersama ibunya yang lumpuh dan buta. Uwais Al-Qarni yang bekerja sebagai penggembala domba hanya cukup untuk makan ibunya dari hasil usahanya. Bila ada kelebihan, terkadang ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin. Uwais Al-Qarni dikenal sebagai anak yang taat beribadah dan patuh pada ibunya. Ia pun sering kali puasa.

Uwais Al-Qarni ingin Bertemu Rasulullah Saw.

Alangkah sedihnya hati Uwais Al-Qarni setiap melihat tetangganya sering bertemu dengan Nabi Muhammad Saw., sedangkan ia sendiri belum pernah berjumpa dengan Rasulullah. Suatu ketika Uwais Al-Qarni mendengar bahwa Nabi Muhammad giginya patah karena dilempari batu oleh musuhnya, Uwais Al-Qarni segera menggetok giginya dengan batu hingga patah. Hal ini dilakukannya sebagai ungkapan rasa cintanya kepada Nabi Muhammmad saw. sekalipun ia belum pernah bertemu dengan Nabi. Kerinduan Uwais Al-Qarni untuk menemui Rasulullah saw. makin dalam. Hatinya selalu bertanya-tanya, kapankah ia dapat bertemu Nabi Muhammad saw. dan memandang wajah beliau dari dekat? Ia juga rindu mendengar suara Nabi saw., kerinduan karena iman.

Pada suatu hari Uwais Al-Qarni datang mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan mohon izin kepada ibunya agar ia diperkenankan pergi menemui Rasulullah di Madinah. Ibu Uwais Al-Qarni sangat terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Ia memaklumi perasaan Uwais Al-Qarni seraya berkata, “Pergilah wahai Uwais, anakku! Temuilah Nabi di rumahnya. Dan jika telah berjumpa dengan Nabi, segeralah engkau kembali pulang.”

Betapa gembira mendengar ijin yang diberikan ibunya itu. Segera ia berkemas untuk berangkat dan berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi. Sesudah berpamitan sembari mencium ibunya, berangkatlah Uwais Al-Qarni menuju Madinah untuk menemui Rasulullah Saw.. Setelah ia menemukan rumah Nabi, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam, keluarlah seseorang seraya membalas salamnya. Segera saja Uwais Al-Qarni menanyakan Nabi saw. yang ingin dijumpainya. Namun ternyata saat itu Nabi tidak berada di rumahnya, beliau sedang berada di medan pertempuran. Uwais Al-Qarni hanya dapat bertemu dengan Siti Aisyah ra., istri Nabi saw. Betapa kecewanya hati Uwais. Dari jauh ia datang untuk berjumpa langsung dengan Nabi saw., tetapi Nabi saw. gagal dijumpainya.


Ketaatan Uwais Al-Qarni terhadap Pesan Ibunya


Kisah Uwais Al-Qarni : Hikmah Taat Kepada IbuDalam hati Uwais bergolak perasaan ingin menunggu sampai bertemu dengan Nabi, sementara ia ingat pesan ibunya agar ia cepat pulang ke Yaman. Akhirnya, karena ketaatannya kepada ibunya, pesan ibunya mengalahkan suara hati dan kemauan kuatnya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi saw.

Setelah Nabi pulang dari medan pertempuran. Sesampainya di rumah, Nabi saw. menanyakan kepada Siti Aisyah ra. tentang orang yang mencarinya. Siti Aisyah ra., menjelaskan bahwa memang benar ada yang mencarinya, tetapi karena lama menunggu, orang itu segera pulang kembali ke Yaman karena ibunya di rumah sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. Nabi Muhammad saw. menjelaskan bahwa orang itu adalah penghuni langit. Nabi menceritakan kepada para sahabatnya, “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia, perhatikanlah ia mempunyai tanda putih di tengah talapak tangannya.” Nabi menyarankan, “Apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfar darinya, dia adalah penghuni langit, bukan orang bumi.”


Khalifah Umar ra. dan Ali ra. Bertemu Uwais Al-Qarni 


Waktu terus berganti. Suatu ketika, Khalifah Umar teringat akan sabda Nabi saw. tentang Uwais Al-Qarni, sang penghuni langit. Sejak saat itu setiap ada khalifah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar ra. dan Ali ra. selalu menanyakan tentang perihal Uwais Al Qarni. Suatu hari rombongan kafilah itu pun tiba di Kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang baru datang dari Yaman, segera Khalifah Umar ra. dan Ali ra. mendatangi mereka dan bertanya apakah Uwais Al-Qarni turut bersama mereka. Rombongan kafilah itu mengatakan bahwa Uwais Al-Qarni ada bersama mereka, kebetulan dia sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, Khalifah Umar ra. dan Ali ra. segera pergi menjumpai Uwais Al-Qarni.

Sesampainya di perkemahan tempat Uwais berada, Khalifah Umar ra. dan Ali ra. memberi salam. Tapi rupanya Uwais sedang Shalat. Setelah mengakhiri Shalat-nya dengan salam, Uwais menjawab salam Khalifah Umar ra. dan Ali ra. sambil mendekati kedua sahabat Rasulullah saw. tersebut dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar ra. dengan segera membalikkan tangan Uwais, untuk melihat  tanda putih yang berada di telapak tangan Uwais, seperti yang pernah dikatakan oleh Nabi saw. Memang benar! Tampaklah tanda putih di telapak tangan Uwais Al-Qarni.

Wajah Uwais Al-Qarni tampak bercahaya. Memang benar seperti sabda Nabi saw. bahwa dia itu adalah penghuni langit. Khalifah Umar ra. dan Ali ra. menanyakan namanya, dan dijawab, “Abdullah.” Mendengar jawaban itu, mereka tertawa dan mengatakan, “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya?” Uwais kemudian berkata, “Nama saya Uwais Al-Qarni”.

Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali ra. memohon agar Uwais membacakan doa dan istighfar untuk mereka. Uwais merasa enggan dan dia berkata kepada Khalifah, “Sayalah yang harusnya meminta doa pada kalian.” Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata, “Kami datang ke sini untuk mohon doa dan istighfar dari Anda.”  Akhirnya Uwais Al-Qarni  berdoa dan membacakan istighfar. Setelah itu, Khalifah Umar ra. menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais untuk jaminan hidupnya. Namun Uwais menolak dengan berkata, “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.”


Wafatnya Uwais Al-Qarni 


Beberapa tahun kemudian, Uwais Al-Qarni meninggal dunia. Anehnya, pada saat akan dimandikan, tiba-tiba sudah banyak orang yang berebut untuk memandikan. Saat mau dikafani, di sana pun sudah banyak orang-orang yang menunggu untuk mengafaninya. Saat mau dikubur, sudah banyak orang yang siap menggali kuburannya. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusung jenazahnya.

Penduduk Kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya, “Siapakah sebenarnya Uwais Al-Qarni itu? Bukankah Uwais yang kita kenal hanyalah seorang fakir, yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya sehari-hari pekerjannya hanya sebagai penggembala domba dan unta? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang diturunkan ke bumi oleh Allah Swt., hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamanmu.”

Berita meninggalnya Uwais Al-Qarni dan keanehan-keanehan yang terjadi saat wafatnya telah tersebar ke mana-mana. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahui siapa sebenarnya Uwais Al-Qarni. Selama ini tidak ada orang yang mengetahui siapa sebenarnya Uwais Al-Qarni, hal itu disebabkan oleh permintaan Uwais Al-Qarni sendiri kepada Khalifah Umar ra. dan Ali ra. agar merahasiakan tentang dia. Barulah di hari wafatnya penduduk Yaman mendengar sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi saw., bahwa Uwais Al-Qarni adalah penghuni langit.

(HR. Muslim dari Ishak bin Ibrahim, dari Muaz bin Hisyam, dari ayahnya, dari qatadah, dari zurarah, dari Usair bin Jabir)





اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ
Saudara muslimku calon penghuni sorga, kali ini kita akan membahas tentang Hormati dan Sayangi Orang Tua dan Guru-gurumu. Semoga artikel ini bermanfaat, aamiin.

Hormati dan Sayangi Orang Tua dan Guru-gurumu

Setiap orang pasti memiliki orang tua, baik yang masih dapat kita peluk dan cium tangannya ataupun yang sudah tiada. Kedua orang tua sangat berjasa kepada kita. Betapa banyak pengorbanan yang mereka lakukan untuk kita. Sejak kita masih dalam buaian hingga sekarang ini. Mereka mengorbankan jiwa, raga, harta, dan waktudemi anaknya. Sudah sepatutnya kita menempatkan mereka pada kedudukan yang semestinya, yakni menghormati dan menyayangi mereka.

Islam telah mengatur segala hal dalam kehidupan dunia para pemeluknya, termasuk menjunjung hak-hak kedua orang tua kita dan mengajarkan untuk berbuat baik pada keduanya. Kedua orang tua kita telah mendidik dan membesarkan kita dengan susah payah.Tak sedikit keringat yang mengucur di tubuh mereka. Tak terhitung waktu yang telah terkuras baik baik di waktu siang maupun di keheningan malam. Tak sedikit rasa pedih dan perih yang harus ditahannya demi kebahagiaan anak-anaknya. Terkadang mereka harus menahan rasa lapar asalkan anak-anaknya kenyang. Mereka selalu mendahulukan kepentingan anak-anaknya di atas kebutuhan mereka sendiri.

Betapa mulianya perilaku orang tua, baik ibu maupun ayah terhadap anak-anaknya. Sungguh tidak berlebihan kalau Rasulullah saw. menegaskan bahwa, “Ridha Allah terletak pada ridha orang tua, murka Allah terletak pada murka orang tua.” Namun demikian, sering kali kita menyaksikan melalui media, betapa sadisnya seorang anak tega menyiksa kedua orang tua yang telah membesarkannya, kejamnya seorang anak membunuh orang tuanya, dan masih banyak lagi cerita memilukan antara anak durhaka dan orang tua yang berujung orang tua menjadi korban. Kebaikan orang tua seakan sirna ditelan egoisme seorang anak, hanya sekadar keinginannya tidak dipenuhi. Beberapa cerita tentang anak durhaka dapat kalian baca di artikel ini.
Hormati dan Sayangi Orang Tua dan Gurumu
Lalu, apa yang semestinya kita lakukan sebagai anak? Semoga kita bisa menjadi anak yang dapat menghormati orang tua sekaligus berbakti kepada keduanya sehingga orang tua kita bangga atas kebaikan anak-anaknya. Tahukan kamu bahwa Allah Swt. akan menjadikan seseorang sebagai ahli surga jika taat, patuh, dan menyayangi orang tuanya? Buktinya bisa dibaca di Kisah Kisah Uwais Al-Qarni.

Banyak ungkapan yang menegaskan bahwa orang tua mana yang tega menyakiti anaknya, atau anaknya disakiti oleh orang lain. Itulah bukti dari keterikatan bathin antara orang tua dan anak. Orang tua terasa sangat memiliki sekali terhadap anak-anaknya. Beda dengan anak yang kadang lupa dengan orang tuanya.

Perhatikan peristiwa berikut ini!
  1. Setiap hari ketika mau berangkat sekolah, ibu selalu menyiapkan sarapan pagi. Tak kenal lelah seorang ibu memenuhi kebutuhan yang diperlukan anak-anak yang disayangnya. Tetapi, tidak jarang anak-anak yang seringkali membantah perintah orang tuanya, padahal perintahnya itu benar. Tidak ada ibu yang sakit hati melihat ulah anaknya yang sering kali melawan perintahnya, bahkan ibu tidak pernah dendam. Inilah bukti betapa mulinaya hati seorang ibu. Bagaimana kamu melihat peranan ibu dalam keluarga, baik dari sisi sosial, agama, budaya, dan sebagainya?
  2. Meskipun agak sedikit berbeda peranannya dengan seorang ibu, ayah mempunyai tanggung jawab penuh dalam memenuhi kebutuhan keluarganya. Ia pergi pagi pulang sore, hanya sekadar memenuhi kewajibannya sebagai seorang kepala rumah tangga. Ayah kadang tidak tahu secara persis perkembangan anaknya di rumah. Maklum, sering kali waktunya habis hanya karena pekerjaannya harus segera diselesaikan. Tiba-tiba bapak mendengar cerita menyakitkan, anaknya di sekolah melakukan pelanggaran dan akan dikeluarkan, betapa pilunya dia mendengar berita itu. Bagaimana tanggapan kamu ketika kamu nanti menjadi seorang ayah? 
Hormat dan patuh kepada guru juga sangatlah ditekankan dalam agama Islam. Guru-guru kita adalah orang yang mengajarkan kita dengan berbagai macam ilmu pengetahuan serta mendidik kita hingga menjadi orang yang mengerti dan bijaksana dalam menjalani kehidupan. Hormat dan Sayang kepada guru selengkapnya dapat kalian baca di artikel ini.

Rangkuman "Hormati dan Sayangi Orang Tua dan Guru-gurumu"
  1. Orang yang harus didahulukan untuk dihormati atau berbakti adalah ibumu, baru kemudian ayahmu sesuai anjuran Rasulullah saw.
  2. Cara untuk berbakti kepada orang tua, antara lain dengan melaksanakan nasihatnya, memeliharanya dengan penuh keikhlasan dan kesabaran, kasih sayang, berkata halus dan sopan, serta selalu mendoakan keduanya, rela berkorban untuk orang tuanya, dan meminta kerelaannya.
  3. Cara berbakti kepada orang tua yang telah meninggal adalah dengan merawat jenazah, melaksanakan wasiatnya, menyambung silaturahmi kepada kerabat dan teman-teman dekatnya, melanjutkan cita-cita luhur yang dirintisnya atau menepati janji kedua ibu bapak, dan mendoakannya.
  4. Cara berbakti kepada guru antara lain menghormati dan memuliakannya, mengikuti nasihat-nasihatnya, tidak menceritakan keburukannya, mengamalkan ilmu pengetahuan yang diberikannya.





Wednesday, August 27, 2014

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ
Saudara muslimku calon penghuni sorga, kali ini kita akan membahas tentang Keutamaan Berkumpul Membaca dan Mempelajari Al-Quran. Semoga artikel ini bermanfaat, aamiin.

Keutamaan Berkumpul Membaca dan Mempelajari Al-Quran

Kita semua tahu dan faham betapa pentingnya membaca dan mempelajari Al-Quran. Tidak semua orang dapat dengan mudah untuk membaca dan mempelajari Al-Quran, oleh karena itu diperlukan majelis-majelis tempat berkumpulnya orang-orang yang ingin membaca dan mempelajari Al-Quran. Apa keutamaan berkumpul membaca dan mempelajari Al-Quran ? Berikut penjelasannya.

Apabila kita berkumpul untuk membaca al-Qur’an dengan tujuan untuk menghafal atau mempelajarinya, dan salah seorang membaca sedangkan yang lainnya mendengarkannya, atau mereka masing-masing membaca sendiri-sendiri dengan tidak menyamai suara orang lain, maka ini disyari’atkan, berdasarkan riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwasanya beliau bersabda,
مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِيْ بَيِتٍ مِنْ بُيُوْتِ اللهِ يَتْلُوْنَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُوْنَ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ
“Apabila suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah (masjid) sambil membaca al-Qur’an dan saling bertadarus bersama-sama, niscaya akan turun ketenangan atas mereka, rahmat Allah akan meliputi mereka, para malaikat akan melindungi mereka dan Allah menyebut mereka kepada makhluk-makhluk yang ada di sisi-Nya. (HR. Muslim).

Rasulullah saw dalam hadis yang bersumber dari Hudzaifah bin Yaman, meramalkan kelak pada suatu masa akan terjadi perpecahan dan perselisihan sepeninggal beliau. Hudzaifah berkata, Aku bertanya kepada Rasulullah: Wahai Rasulullah, apa yang paduka perintahkan kepadaku jika aku menjumpai hal itu? Beliau menjawab, “Pelajarilah kitab Allah dan amalkan, karena itu solusinya.” Lalu aku mengulang pertanyaan itu 3x, dan Rasul juga menjawab 3x: “Pelajarilah kitab Allah dan amalkanlah, karena itu kunci keselamatan.”
Keutamaan Berkumpul Membaca dan Mempelajari Al-Quran

Berikut ini adalah contoh-contoh perilaku muslim dalam kegiatannya membaca dan mempelajari Al-Quran
  1. Pada bulan suci Ramadhan, hampir di seluruh masjid dan mushalla terdengar suara lantunan al-Qur’an, tidak terkecuali di rumah-rumah orang Islam. Sungguh pengalaman yang sangat menakjubkan. Akan tetapi, setelah selesai Ramadhan, selesai pula tradisi tersebut. Mengapa, ya? Padahal Rasulullah saw. menegaskan bahwa: “Sebaik-baik kamu adalah orang yang belajar al-Qur’an dan mengamalkannya.”
  2. Dalam kehidupan sehari-hari masih kita rasakan betapa banyaknya problem kehidupan yang sulit diatasi. Berbagai macam penyakit timbul seolah-olah tanpa diketahui cara pengobatannya. Bencana yang terjadi tidak disangka-sangka, tawuran antar warga, tawuran antarpelajar, dan lain sebagainya. Semua itu merupakan dampak perilaku manusia yang sudah mulai meninggalkan al-Qur’an. Mengapa hal ini terjadi?
  3. Perlu disadari, bahwa membaca dan mempelajari al-Qur’an akan meminimalisir kegelisahan batin manusia, bahkan gangguan jiwa yang erat kaitannya dengan penyakit jasmani. Memperbanyak membaca dan mempelajari al-Qur’an akan meningkatkan kewaspadaan diri dan termotivasi untuk selalu taat kepada Allah Swt. dan rasul- Nya. Dengan banyak mengkaji dan mengamalkan isi al-Qur’an, kehidupan akan menjadi aman, tenteram, damai, nyaman, sejahtera, selamat dunia dan akhirat serta mendapat ridha Allah swt. Betulkah demikian adanya?




اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ
Saudara muslimku calon penghuni sorga, kali ini kita akan membahas tentang Pengertian dan Hikmah Beriman kepada Rasul-Rasul Allah Swt.. Semoga artikel ini bermanfaat, aamiin.

Pengertian dan Hikmah Beriman kepada Rasul-Rasul Allah Swt.

Pentingnya orang Islam beriman kepada Rasul-rasul Allah Swt. bukan tanpa alasan. Di samping karena diperintahkan oleh Allah Swt., juga banyak manfaat dan hikmah yang dapat diambil dari beriman kepada rasul. Terdapat 25 Rasul yang wajib kita ketahui diantara 124.000 nabi yang ada. Di antara manfaat dan hikmah beriman kepada Rasul-rasul Allah Swt. adalah sebagai berikut.
  1. Makin menyempurnakan imannya.
  2. Terdorong untuk menjadikan contoh dalam hidupnya.
  3. Terdorong untuk melakukan perilaku sosial yang baik.
  4. Memiliki teladan dalam hidupnya.
Firman Allah Swt. dalam Q.S. al-Ahzab/33: 21 yang Artinya :
Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah”.
  1. Mencintai para rasul dengan cara mengikuti dan mengamalkan ajarannya. 
Firman Allah Swt. dalam Q.S. Ali Imran/3: 31 yang Artinya :
Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
  1. Mengetahui hakikat dirinya bahwa ia diciptakan Allah Swt. untuk mengabdi kepada-Nya.
Firman Allah Swt. dalam Al-Quran  (Q.S. az-Zariyat/51: 56) yang Artinya :
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”


Perilaku mulia yang dicerminkan oleh orang yang beriman kepada rasul-rasul Allah Swt. adalah seperti berikut.
Hikmah Beriman kepada Rasul-Rasul Allah Swt.
1. Menjunjung tinggi risalah (ajaran Allah Swt. yang disampaikan rasul-Nya).

Firman Allah Swt. dalam Al-Quran  (Q.S. al-Hasyr/59: 7) yang Artinya :
“...Apa yang diberikan rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukuman-Nya.

2. Melaksanakan seruannya untuk beribadah hanya kepada Allah Swt.

Firman Allah Swt. dalam Al-Quran (Q.S. an-Nisa/4: 36) yang Artinya :
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun...

3. Giat dan rajin bekerja mencari rezeki yang halal, sesuai dengan keahliannya.

Orang-orang yang beriman kepada rasul-rasul Allah Swt. tidak akan menjadi orang-orang yang malas bekerja, dan hanya duduk berpangku tangan, tidak mau berusaha sehingga hidupnya menjadi beban orang lain. Mereka menyadari bahwa memenuhi kebutuhan diri sendiri jauh lebih terhormat daripada hidup karena belas kasihan dan pertolongan orang lain.

4. Selalu mengingat, memahami, dan berperilaku sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw.

5. Melakukan usaha-usaha agar kualitas hidupnya meningkat ke derajat yang lebih tinggi. Usaha-usaha itu, misalnya seperti berikut.
  • Memelihara dan meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah Swt. 
  • Memelihara dan meningkatkan kesehatan jasmani dan rohani. 
  • Meningkatkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat. Misalnya, ilmu pengetahuan tentang teknologi, kedokteran, pertanian, perikanan, peternakan, perdagangan, industri, transportasi, dan ekonomi. Ilmu-ilmu pengetahuan tersebut hendaknya digunakan sebagai bekal dalam beribadah dan usaha mensejahterakan umat manusia.
Pengertian dan Hikmah Beriman kepada Rasul-Rasul Allah Swt.

Firman Allah Swt. dalam Al-Quran (Q.S al- Mujadilah/58: 11) yang Artinya :
“...niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan”. 

6. Terus berdakwah agar ajaran yang dibawa rasul tidak sirna.




اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ
Saudara muslimku calon penghuni sorga, kali ini kita akan membahas tentang Tugas Rasul-Rasul Allah Swt.. Semoga artikel ini bermanfaat, aamiin.

Tugas Rasul-Rasul Allah Swt.

Tugas Rasul-Rasul Allah Swt.


Tugas utama dari para rasul Allah adalah menyampaikan wahyu kepada umatnya, yang telah mereka terima dari Allah swt. Tugas untuk menyampaikan wahyu Allah Swt. ini sungguh sangat berat, tidak jarang para rasul Allah tersebut mendapatkan tantangan, penghinaan, bahkan siksaan dari umatnya. Karena begitu berat tugas-tugas mereka, Allah swt. memberikan keistimewaan yang luar biasa berupa mukjizat kepada para rasul-Nya.
Mukjizat adalah suatu keadaan atau kejadian luar biasa yang dimiliki para nabi atau rasul atas izin dari Allah swt. untuk membuktikan kebenaran kenabian dan kerasulannya, selain itu dapat digunakan sebagai senjata untuk menghadapi musuh-musuh yang menentang atau tidak mau menerima ajaran yang dibawakan oleh para rasul Allah Swt.


Para Rasul dipilih oleh Allah Swt. dengan mengemban tugas yang tidak ringan. Di antara tugas-tugas Rasul Allah itu adalah sebagai berikut.
  1. Menyampaikan risalah dari Allah Swt.
  2. Mengajak kepada tauhid, yakni mengajak umatnya untuk meng-esa-kan Allah Swt. dan menjauhi perilaku musyrik (menyekutukan Allah Swt.).
  3. Memberikan kabar gembira kepada orang mukmin dan memberi peringatan kepada orang kafir.
  4. Menunjukkan jalan yang lurus.
  5. Membersihkan dan menyucikan jiwa manusia serta mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah.
  6. Sebagai hujjah bagi manusia.
Tugas Rasul-Rasul Allah Swt.




اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ
Saudara muslimku calon penghuni sorga, kali ini kita akan membahas tentang Sifat Rasul-Rasul Allah Swt. Semoga artikel ini bermanfaat, aamiin.

Sifat Rasul-Rasul Allah Swt


Rasul adalah utusan Allah Swt. Para Rasul memiliki sifat-sifat yang melekat pada dirinya. Sifat-sifat ini sebagai bentuk kebenaran seorang rasul. Sifat-sifat tersebut adalah (1) sifat wajib,(2)  sifat mustahil, dan (3) sifat jaiz.

1. Sifat Wajib bagi Rasul-rasul Allah Swt.

Sifat wajib artinya sifat yang pasti ada pada rasul. Tidak bisa disebut seorang rasul jika ia tidak memiliki sifat-sifat ini. Sifat wajib ini ada 4, yaitu seperti berikut.

a. As-Siddiq
As-Siddiq, artinya rasul-rasul Allah Swt. selalu benar. Apa yang dikatakan Nabi Ibrahim as. kepada ayahknya adalah perkataan yang benar. Apa yang disembah oleh bapaknya adalah sesuatu yang tidak memberi manfaat dan mudarat, jauhilah. Peristiwa ini diabadikan pada Q.S. Maryam/19: 41, yang artinya: “Dan ceritakanlah (Muhammad) kisah Ibrahim di dalam kitab (al-Qur’an), sesungguhnya dia adalah seorang yang sangat membenarkan seorang nabi.” (Q.S. Maryam/19: 41)

b. Al-Amanah
Al-Amanah, artinya rasul-rasul Allah Swt. selalu dapat dipercaya. Di saat kaum Nabi Nuh as. mendustakan apa yang dibawa oleh Nabi Nuh as. lalu Allah Swt. menegaskan bahwa Nuh as., adalah orang yang terpercaya (amanah). Sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. asy-Syu’ara/26 106-107 yang artinya: “Ketika saudara mereka (Nuh) berkata kepada mereka, “Mengapa kamu tidak bertakwa? Sesungguhnya aku ini seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu.” (Q.S. asy-Syu’ara/26: 106- 107)

c. At-Tablig
At-Tablig, artinya rasul-rasul Allah Swt. selalu meyampaikan wahyu. Tak ada satu pun ayat yang disembunyikan Nabi Muhammad saw. dan tidak disampaikan kepada umatnya. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Ali bin Abi Talib ditanya tentang wahyu yang tidak terdapat dalam al-Qur’an, Ali pun menegaskan bahwa “Demi Zat yang membelah biji dan melepas napas, tiada yang disembunyikan kecuali pemahaman seseorang terhadap al-Qur’an.” Penjelasan ini terkait dengan Q.S. al-Maidah/5: 67 yang artinya :“Wahai rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan Tuhanmu kepadamu. Jika tidak engkau lakukan (apa yang diperintahkan itu) berarti engkau tidak menyampaikan amanat-Nya. dan Allah memelihara engkau dari (gangguan) manusia. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.” (Q.S. al-Maidah/5: 67)
Sifat Rasul-Rasul Allah Swt
d. Al-Fatanah
Al-Fatanah, artinya bahwa rasul-rasul Allah Swt. memiliki kecerdasan yang tinggi. Ketika terjadi perselisihan antara kelompok kabilah di Mekah, setiap kelompok memaksakan kehendak untuk meletakkan al-Hajar al-Aswad (batu hitam) di atas Ka’bah, lalu Rasulullah saw. menengahinya dengan cara semua kelompok yang bersengketa agar memegang ujung dari kain itu. Kemudian, Nabi meletakkan batu itu di tengahnya, dan mereka semua mengangkat hingga sampai di atas Ka’bah. Sungguh Rasulullah saw. adalah orang yang cerdas.

2. Sifat Mustahil bagi Rasul
-rasul Allah Swt.
Sifat mustahil adalah sifat yang tidak mungkin ada pada rasul. Sifat mustahil ini lawan dari sifat wajib, yaitu seperti berikut.

a. Al-Kizzibzzib
Al-Kizzib, yaitu mustahil rasul itu berbohong atau dusta. Semua perkataan dan perbuatan rasul tidak pernah bohong atau dusta.

Allah Swt. berfirman yang artinya: “Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak (pula) keliru, dan tidaklah yang diucapkan itu (al-Qur’an) menurut keinginannya tidak lain (al-Qur’an) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (Q.S an-Najm/53: 2-4)

b. Al-Khianah
Al-Khianah, yaitu mustahil rasul-rasul Allah Swt. itu bersifat khianat. Semua yang diamanatkan kepadanya pasti dilaksanakan. Firman Allah Swt yang artinya: “Ikutilah apa yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad), tidak ada Tuhan selain Dia, dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.” (Q.S al-An’am/6: 106)

c. Al-Kitman
Al-Kitman, yaitu mustahil rasul-rasul Allah Swt. menyembunyikan kebenaran. Setiap firman yang ia terima dari Allah Swt. pasti ia sampaikan kepada umatnya.
Firman Allah Swt yang artinya: “Katakanlah (Muhammad), Aku tidak mengatakan kepadamu bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan aku tidak mengetahui yang gaib dan aku tidak (pula) mengatakan kepadamu bahwa aku malaikat. Aku hanya mengikuti apa yang di wahyukan kepadaku. Katakanlah, Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat? Apakah kamu tidak memikirkan(nya).” (Q.S. al-An’am/6: 50)

d. Al-Baladah
Al-Baladah yaitu mustahil rasul-rasul Allah Swt. itu bodoh. Meskipun Rasulullah saw. tidak bersekolah, tetapi Rasulullah adalah orang yang cerdas dan pandai.
Allah swt. befirman yang artinya: “Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta janganlah pedulikan orang-orang yang bodoh.” (Q.S al- A’raf/7: 199)

3. Sifat Jaiz bagi Rasul-rasul Allah Swt.
Sifat jaiz bagi rasul adalah sifat kemanusiaan, yaitu al-ardul basyariyah, artinya rasul memiliki sifat-sifat sebagaimana manusia biasa seperti merasa lapar, haus, tidur, sedih, senang, sakit, berkeluarga dan lain sebagainya. Bahkan seorang rasul tetap meninggal dunia sebagai mana makhluk lainnya.
Sifat Rasul-Rasul Allah Swt

Di samping rasul-rasul Allah Swt. memiliki sifat wajib dan sifat mustahil, rasul juga memiliki sifat jaiz, tentu saja sifat jaiz-nya rasul dengan sifat jaiznya Allah Swt. sangat berbeda.

Allah Swt. berfirman yang artinya: “...(orang) ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, dia makan seperti apa yang kamu makan dan dia minum seperti apa yang kamu minum.” (Q.S. al-Mu’minun/23: 33)

Selain sifat-sifat tersebut di atas, rasul-rasul Alah Swt. juga memiliki sifat-sifat yang tidak terdapat pada selain rasul, yaitu seperti berikut.
  1. Ishmaturrasul : yaitu orang yang ma’shum, terlindung dari dosa dan salah dalam kemampuan pemahaman agama, ketaatan, dan menyampaikan wahyu Allah Swt. sehingga selalu siaga dalam menghadapi tantangan, keadaan dan tugas apa pun.
  2. Iltizamurrasul : yaitu orang-orang yang selalu berkomitmen dengan apa pun yang mereka ajarkan. Mereka bekerja dan berdakwah sesuai dengan arahan dan perintah Allah Swt. meskipun untuk menjalankan perintah Allah Swt. itu mereka harus berhadapan dengan tantangan-tantangan yang berat baik dari dalam diri pribadinya maupun dari para musuhnya. Rasul tidak pernah sejengkal pun menghindar atau mundur dalam menjalankan perintah dari Allah Swt.




Tuesday, August 26, 2014

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ
Saudara muslimku calon penghuni sorga, kali ini kita akan membahas tentang Pengertian Iman kepada Rasul-Rasul Allah Swt.. Semoga artikel ini bermanfaat, aamiin.

Pengertian Iman kepada Rasul-Rasul Allah Swt.

Iman kepada Rasul-Rasul Allah Swt.  merupakan rukun yang keempat dalam rukun iman. Sebelum kita mempelajari tentang pengertian Iman kepada Rasul-rasul Allah Swt., ada baiknya kita mengingat kembali tentang pengertian Rasul dan Nabi.
Rasul adalah Manusia pilihan Allah Swt. yang diangkat sebagai utusan untuk menyampaikan firman-firman-Nya kepada umat manusia untuk dijadikan pedoman hidup. Sedangkan Nabi adalah Manusia pilihan yang diberi wahyu oleh Allah Swt. untuk dirinya sendiri tapi tidak mempunyai kewajiban untuk menyampaikan pada umatnya.

Iman kepada Rasul-Rasul Allah Swt. berarti mengimani bahwa ada di antara laki-laki dari kalangan umat manusia yang dipilih oleh Allah Swt. sebagai perantara antara diri-Nya dengan para makhluk-Nya. Akan tetapi mereka semua tetap seperti manusia biasa yang sama sekali tidak mempunyai sifat-sifat dan hak-hak ketuhanan, karena itu, menyembah para nabi dan rasul dilarang dan merupakan kebatilan yang nyata. Wajib mengimani bahwa semua wahyu Allah yang diturunkan kepada nabi dan rasul itu adalah benar dan bersumber dari Allah Ta’ala. Juga wajib mengakui bahwa setiap nabi dan rasul yang kita ketahui namanya dan yang tidak kita ketahui namanya

Nama-nama Nabi dan Rasul Allah yang wajib diketahui dapat dibaca pada artikel tentang nama-nama nabi dan rasul. Adapun pengertian iman kepada Allah Swt. dapat dibaca pada artikel pengertian iman kepada Allah Swt. dan penjelasannya dalam AlQuran,

Pengertian Iman kepada Rasul-Rasul Allah Swt.

Iman kepada Rasul-Rasul Allah Swt. berarti meyakini bahwa rasul itu benar-benar utusan dari Allah Swt. yang ditugaskan untuk membimbing umatnya ke jalan yang benar agar selamat di dunia dan akhirat.

Pengertian Iman kepada Rasul-Rasul Allah Swt.
Imam Ahmad meriwayatkan hadis dari Abi Zar r.a. bahwa Rasulullah saw. saat ditanya tentang jumlah para nabi, beliau menjawab, “Jumlah para nabi itu adalah 124.000 nabi, sedangkan jumlah rasul 315" Sementara At-Turmuzy meriwayatkan hadis dari Abi Zar r.a. juga menjelaskan bahwa Rasulullah saw. menjawab, “Jumlah para nabi itu adalah 124.000 nabi, sedangkan jumlah rasul 312.”Jumlah nabi yang mendapat gelar ulul azmi ada lima, yaitu: Nabi Nuh as., Ibrahim as., Musa as., Isa as., dan Muhammad saw.

Mengimani rasul-rasul Allah Swt. adalah kewajiban hakiki bagi setiap muslim karena merupakan bagian dari rukun iman yang tidak dapat ditinggalkan. Sebagai perwujudan iman tersebut, kita sebagai muslim yang taat wajib menerima ajaran yang dibawa rasul- rasul Allah Swt. tersebut. Perintah beriman kepada rasul Allah terdapat dalam surah an-Nisa/4: 136

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan kepada Kitab (al-Qur’an) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab- Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sungguh, orang itu telah tersesat sangat jauh. (Q.S. An-Nisa/4: 136)

Mengapa kita harus beriman kepada Al Quran dan Rasul-rasul Allah swt ?

Pertanyaan yang mungkin masih ada di benak kita semua adalah mengapa kita harus juga mengimani rasul Allah ?, bukankah jika kita mengimani rasul Allah secara tidak langsung kita juga berarti mengimani kitab2 allah dan sebaliknya, mengapa tidak salah satu saja yang harus diimani ? dan mengapa juga kita harus mengimani manusia yang sama seperti kita (Nabi Muhammad Saw), dari fisik, akal, dan sebagainya sama seperti manusia biasa ? Semua pertanyaan tersebut tentulah saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya yang juga menjadi pertanyaan bagi banyak orang yang masih ragu ataupun mencari jawaban dari pertanyaan – pertanyaan tersebut.

Dalam ranah mengapa kita harus mengimani Alquran dan Rasul, kita dapat mengambil hakikat untuk apa alquran diturunkan ke dunia dan mengapa harus melalui manusia yang jelas–jelas sama seperti kita, tidak melalui makhluk lain, misalnya malaikat atau jin yang baik. Kitab – kitab Allah yang turun berangsur–angsur yang merupakan risalah dari Allah swt. melalui rasulnya pastilah akan mencapai yang sempurna (yang sesempurnanya) yaitu alquran al karim, lalu untuk apa alquran itu diturunkan ke bumi kalau hanya untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah dan kemudian untuk apa pula diimani. Memang benar, kalau hanya untuk mengetahui mana yang benar dan mana yang salah buat apa alquran di turunkan ke dunia ini, sedangkan memakai hati nurani pun kita sudah cukup untuk mengetahui mana yang buruk dan mana yang salah. Sedangkan menurut saya beriman kepada kitab suci adalah kasih sayang Allah kepada kita (makhluk Allah yang paling sempurna) agar tidak tersesat dan memiliki pedoman dalam hidupnya. Tetapi apakah manusia dapat menjamin bahwa hidup mereka akan baik dan benar ataupun sukses apabila hanya di bimbing oleh akal dan hati nurani dan apakah manusia dapat menjamin bahwa hidupnya tidak akan pernah lupa dan lengah?. Itulah sebabnya kitab suci berulang–ulang mengatakan bahwa kitab suci befungsi sebagai li dzikri (pengingat). Karena manusia tidak akan luput dari yang namanya lupa dan lengah. Namun argumen ini menyimpan titik lemah kalau hanya sebatas pengingat, setelah manusia lupa melakukan kesalahan mereka pasti akan di tegur oleh nalar dan nuraninya untuk tidak melakukan hal yang seperti itu lagi. Jadi buat apa kitab suci kalau hanya sebatas pengingat saja bagi mereka.

Untuk menyampaikan risalah dan syariat–syariat yang termuat dalam kitab–kitab suci dan sekaligus sebagai suri tauladan, Allah pun memilih seorang rasul di antara para makhluk-Nya untuk disampaikan kepada manusia yang ada di bumi. Disini timbul pertanyaan yang membuat telinga kita gerah juga yaitu mengapa rasul juga harus kita imani sedangkan ia hanyalah sebagai penyambung dari risalah Allah kepada manusia yang lainnya, lagi pula nabi juga hanyalah manusia biasa seperti hal nya kita dari segi rupa, jiwa dan akal. Untuk menjawab pertanyaan tersebut bisa di analogikan seperti ini. Setelah manusia menerima adanya Allah yang maha esa mereka membutuhkan informasi yang pasti untuk bisa berhubungan dengannya. Karena kasih sayangnya lah Alalh menurunkan kitab suci. Tak hanya sampai disini, kasih sayang Allah pun berlanjut dengan memilih manusia tertentu untuk menyampaikan risalah-Nya sekaligus untuk menterjemahkan semua risalah-Nya tersebut di dunia. Seandainya para nabi tidak sama dengan kita (manusia biasa seperti kita) tidak mungkin kita dapat mencontoh cara berhubungan dengan Allah Swt. secara benar dan tidak mungkin pula kita dapat mengambil teladan darinya. Andai saja para rasul hanya menyampaikan risalah Allah sedangkan mereka tidak menerapkan dalam kehidupan sehari hari ”kita bisa teriak dan tidak mempercayainya”. Karena sesungguh nya segala tindak tanduk dari para rasul adalah cerminan dari kitab suci tersebut khususnya nabi besar Muhammad Saw, semua aktifitas dan kehidupan sosial yang beliau terapkan di dalam masyarakat adalah Al-Quran itu sendiri. Kata–kata beliau menyatu dengan perbuatannya.

Sebagaimana kita ketahui para sahabat menerima kerasulan Muhammad Saw. secara mutlak, ini bukan karena mereka bodoh menerima begitu saja kerasulan Muhammad, justru mereka sangat lah cerdas. Pertama mereka beriman karena apa yang dibawa oleh muhammad yakni Al Quran, adalah sesuatu yang agung. Para sahabat sadar benar bahwa Al Quran tak mungkin ciptaan muhammad dengan segala keindahan makna dan pelafassannya, kerena muhammad tidak bisa membaca dan menulis. ”Muhammad telah di pilih Allah” demikian keyakinan para sahabat kalau boleh dibahaskan. Justru orang–orang bodohlah yang tidak mengakui kerasulan muhammad. Selain itu, para sahabat beriman karena keluhuran budi pekerti Muhammad. Sebelumnya Muhammad dijuluki oleh para sahabatnya sebagai orang yang dapat di percaya atau jujur (al amin) dan mereka tidak menyangsikan kejujuran dan kesalehan nabi Muhammad.

Jadi beriman kepada kitab suci Alquran dan Rasul Allah adalah mutlak adanya, walaupun merupakan satu kesatuan yang tidak bisa di pisahkan. Kita mengimani kitab suci lebih karena kasih sayang Allah kepada kita agar kita tak tersesat dalam dunia ini yang akan membimbing kita kepada kenikmatan-Nya dan juga agar kita bisa senantiasa bisa berhubungan dengan Allah secara benar sesuai syariat–sayariat-Nya yang merupakan kepasrahan kita kepada-Nya, yang menciptakan segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. Dan kita mengimani Rasul rasul Allah khususnya nadi besar kita Muhammad tidaklah bukan karena beliau merupakan perantara risalah Allah untuk disampaikan ke pada dunia dengan segala kesantunan budi pekerti nya dan kesalehannya kepada manusia dan keimanan nya kepada Allah, karena kita butuh contoh dan tauladan untuk menjalankan segala perintah dan larangan yang ada dalam alquran. Dengan kita mencontoh segala perkataan dan perbuatan nabi secara tidak langsung kita mengimani nya. Singkatnya beriman kepada kitab suci berada dalam tataran teoritis atau kejiwaan maka beriman kepada para rasul sampai pada tataran praktis.